Мы используем файлы cookie.
Продолжая использовать сайт, вы даете свое согласие на работу с этими файлами.

Obat antivirus

Подписчиков: 0, рейтинг: 0
Obat tanpa virus

Antivirus merupakan salah satu penggolongan obat yang secara spesifik digunakan untuk mengobati infeksi virus. Sama seperti antibiotik dan antibiotik spektrum luas untuk bakteri, kebanyakan antivirus digunakan untuk infeksi virus yang spesifik, sementara antivirus spektrum luas dapat efektif melawan berbagai macam virus. Tetapi, tidak seperti sebagian besar antibiotik, antivirus tidak dapat membunuh virus dan hanya menghambat virus untuk masuk ke dalam sel atau bereplikasi.

Obat antivirus, antibiotik, antijamur, dan antiparasit termasuk golongan antimikroba, termasuk obat antivirus yang berupa antibodi monoklonal. Sebagian besar antivirus relatif tidak berbahaya bagi pasien, karena itu dapat digunakan untuk mengobati infeksi. Antivirus berbeda dengan virisida, yang merupakan suatu molekul yang dapat menghancurkan virus. Beberapa tumbuhan menghasilkan senyawa virisida alami seperti pada eukaliptus.

Kegunaan medis

Sebagian besar obat antivirus ditujukan untuk mengobati HIV, virus herpes, virus hepatitis B dan C, dan virus influenza A dan B. Peneliti tengah mengembangkan antivirus untuk patogen lainnya.

Merancang obat antivirus yang aman dan efektif sangatlah sulit, karena virus menggunakan sel inang untuk bereplikasi. Hal ini yang membuat sulit untuk obat dapat menghambat virus tanpa perlu membahayakan pasien. Selain itu, kendala utama dalam mengembangkan vaksin dan obat antivirus adalah materi genetik virus yang mudah bermutasi sehingga tercipta banyak variasi dari materi genetik Virus.

Munculnya antivirus dikarenakan pengetahuan tentang genetik dan fungsi molekuler dari organisme berkembang, sehingga peneliti dapat memahami struktur dan fungsi dari virus, kemajuan metode untuk menemukan obat baru, meningkatnya tekanan yang diberikan pada tenaga medis untuk menyembuhkan HIV, penyebab dari AIDS.

Penelitian antivirus pertama kali dikembangkan pada tahun 1960-an, sebagian besar untuk menangani virus herpes, dan obat tersebut ditemukan dengan menggunakan metode trial-and-error. Peneliti menumbuhkan kultur sel dan menginfeksikannya dengan virus. Kemudian diberikan senyawa kimia yang diharapkan dapat menghambat aktivitas virus, dan kemudian diamati apakah jumlah virus dalam kultur meningkat atau menurun. Senyawa kimia yang terlihat memberikan efek diteliti lebih lanjut.

Proses tersebut sangat menghabiskan waktu, dan dengan kuranngnya pengetahuan yang dimiliki tentang bagaimana virus tersebut bekerja metode tersebut tidaklah efisien untuk menemukan antivirus yang efektif dengan efek samping yang minimal. Baru pada tahun 1980-an, ketika sekuensing genetik dari virus telah berhasil dilakukan, peneliti dapat mempelajari virus bekerja secara menyeluruh, dan senyawa kimia yang diperlukan untuk menghambat virus bereplikasi.

Siklus hidup virus

Virus terdiri dari genom dan terkadang terdapat beberapa enzim yang berada dalam sebuah membran terbuat dari protein (disebut kapsid), dan terkadang dilapisi dengan lapisan lipid (sering disebut dengan istilah selubung). Virus tidak dapat bereproduksi sendiri, dan justru memanfaatkan sel inang untuk mereplikasikan virus berikutnya.

Peneliti mencoba untuk merancang obat antivirus agar dapat menyerang virus pada setiap tahap siklus hidup virus. Beberapa spesies jamur ditemukan mengandung beberapa senyawa antivirus dengan efek sinergis. Siklus hidup virus berbeda-beda tergantung pada spesies dari virus, tetapi semua virus mempunyai pola yang umum:

  • Penempelan ke sel inang.
  • Pelepasan gen dan mungkin enzim virus ke dalam sel inang.
  • Replikasi dari komponen virus menggunakan "mesin" dari sel inang.
  • Perakitan komponen virus untuk membentuk partikel virus yang baru.
  • Pelepasan virus untuk menginfeksi sel inang baru.

Keterbatasan vaksin

Vaksin merangsang sistem imun tubuh untuk menyerang virus di tahap sebagai partikel utuh, di luar sel organisme. Vaksin umumnya terdiri dari virus yang telah dilemahkan atau diinaktivasi. Dalam kasus yang sangat jarang, vaksin dapat membahayakan inangnya dengan secara tidak sengaja menginfeksi inang sama seperti virus pada umumnya. Baru-baru ini telah dikembangkan vaksin subunit yang hanya terdiri dari protein target patogen. Vaksin merangsang sistem imun tubuh tanpa perlu menyerang inangnya. Keduanya, ketika patogen yang sebenarnya menyerang inang, sistem imun tubuh dapat merespon dengan cepat dan menghancurkan virus.

Vaksin sangat efektif pada virus yang tidak banyak bermutasi, tetapi yang terbatas digunakan dalam mengobati pasien yang telah terinfeksi dan sulit untuk mencegah virus yang dengan cepat bermutasi, seperti influenza (vaksin flu diperbarui setiap tahun) dan HIV. Antivirus biasanya berguna dalam kasus ini.

Penargetan Antivirus

Ide di balik rancangan obat antivirus adalah dapat mengidentifikasi protein virus, atau bagian-bagian lain dari protein, yang dapat dinonaktifkan. "Target" pada umumnya merupakan protein atau bagian-bagian dari protein yang tidak mempunyai kemiripan dengan yang terdapat di manusia, hal tersebut bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya efek samping. Target juga harus umum ditemui di berbagai galur virus, atau bahkan spesies yang berbeda dalam satu famili, jadi obat tersebut memiliki efektivitas yang tinggi.

Setelah target teridentifikasi, kandidat obat dapat dipilih, baik dari yang telah diketahui memiliki efek, atau dengan merancang obat pada tingkat molekul dengan bantuan komputer.

Protein target protein dapat dibuat di lab untuk pengujian dengan memasukkan gen yang menghasilkan protein target ke dalam bakteri atau sel lain. Sel tersebut dikultur untuk produksi protein, yang kemudian dapat diberikan perlakukan tertentu dan dievaluasi dengan teknologi "skrining cepat".

Pendekatan melalui fase siklus hidupnya

Sebelum masuk ke sel

Salah satu tujuan obat antivirus untuk mengganggu kemampuan virus untuk menempel ke sel target. Virus harus berikatan dengan reseptor molekul spesifik pada permukaan sel inang dan melepaskan materi genetik virus dari selubungnya. Virus yang memiliki selubung lipid harus berfusi dengan sel target, atau dengan vesikel yang mengantarkan virus dalam sel, sebelum virus melepas materi genetik dari selubungnya.

Tahap replikasi virus dapat dihambat dengan dua cara:

  1. Menggunakan agen yang menyerupai virus-associated protein (VAP) dan mengikat pada reseptor.
  2. Menggunakan agen yang meniru reseptor seluler dan mengikat pada VAP.

Hanya saja perancangan obat yang bekerja pada tahap ini sangat mahal dan relatif lambat.

Entry inhibitor

Tahap awal dari infeksi virus adalah penetrasi, ketika virus menempel dan masuk ke sel inang. Sejumlah obat entry-inhibiting atau entry-blocking sedang dikembangkan untuk mengobati HIV. HIV menyerang sel darah putih yaitu helper T-cell, dan mengenali sel target melalui reseptor di permukaan sel T spesifik CD4 dan CCR5. Usaha yang dilakukan untuk mengganggu pengikatan HIV ke reseptor CD4 gagal untuk menghentikan infeksi HIV ke sel T, tapi penelitian berlanjut dengan mencoba untuk mengganggu pengikatan HIV ke reseptor CCR5 dengan harapan bahwa metode tersebut lebih efektif.

HIV menginfeksi sel melalui fusi dengan membran sel, yang membutuhkan dua reseptor yang berbeda, CD4 dan reseptor chemokine (tergantung pada tipe sel). Terapi ini dapat mencegah masuknya virus ke dalam sel. Salah satu entry inhibitor—peptida biomimetik dijual dengan nama dagang Fuzeon—telah menerima persetujuan FDA dan telah digunakan untuk beberapa waktu. Salah satu potensi keuntungan dari penggunaan entry inhibitor yang efektif dapat berpotensi tidak hanya mencegah penyebaran virus di tubuh pasien tetapi juga mencegah penyebaran virus ke individu yang sehat.

Keuntungan dari terapi ini adalah bahwa virus lebih sulit untuk mengembangkan resistensi terhadap obat golongan ini.

Uncoating inhibitor

Penghambat pelepasan selubung juga telah diteliti.

Amantadin dan rimantadin telah digunakan untuk mengobati influenza. Obat ini bekerja saat penetrasi dan pelepasan selubung.

Pleconaril efektif melawan rhinovirus, yang menyebabkan pilek, dengan memblok bagian pada permukaan virus yang berperan dalam proses uncoating. Bagian ini serupa dalam sebagian besar galur rhinovirus dan enterovirus, yang dapat menyebabkan diare, meningitis, konjunctivitis, dan encephalitis.

Selama sintesis virus

Golongan ini mengganggu proses sintesis komponen-komponen virus setelah virus menyerang sel.

Transkripsi balik

Obat golongan ini merupakan analog nukleotida atau nukleosida, terlihat seperti struktur RNA atau DNA, tetapi dapat menonaktifkan enzim yang mensintesis RNA atau DNA setelah analog ini bergabung. Obat ini diasosiasikan dengan inhibisi transkriptase balik (RNA ke DNA) dibandingkan dengan transkriptase normal (DNA ke RNA).

Antiviral pertama yang efektif, asiklovir, adalah analog nukleosida, dan efektif melawan infeksi herpesvirus. Obat antivirus pertama yang disetujui untuk mengobati HIV, zidovudin (AZT), juga merupakan analog nukleosida.

Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dari aksi transkriptase balik, analog nukleosida untuk mengobati infeksi HIV juga turut berkembang. Salah satu obat tersebut, lamivudin, telah disetujui untuk mengobati hepatitis B, yang menggunakan transkriptase balik dalam proses replikasi. Peneliti mengembangkan lebih jauh lagi dan mengembangkan inhibitor yang tidak terlihat seperti nukleosida, tetapi masih bisa memblok transkriptase balik.

Target lain yang dipertimbangkan untuk antivirus HIV adalah RNase H – yang merupakan komponen dari transkriptase balik yang membagi DNA yang telah disintesi dari RNA virus awal.

Pada 10 Agustus 2011, peneliti di MIT mempublikasikam sebuah metode baru untuk menginhibisi RNA, proses yang secara selektif mempengaruhi sel yang terinfeksi. Peneliti tersebut menamakan proses itu Double-stranded RNA Activated Caspase Oligomerizer (DRACO). Yang menurut peneliti "Secara teori, [DRACO] dapat bekerja melawan semua virus."

Integrase

Target lainnya adalah integrase, yang menggabungkan DNA virus ke dalam genom sel inang.

Transkripsi

Setelah genom virus menjadi aktif dalam sel inang, kemudian akan menghasilkan RNA duta (mRNA) yang mengatur sintesis dari protein virus. Produksi mRNA dimulai oleh protein yang dikenal sebagai faktor transkripsi. Beberapa antivirus dirancang untuk memblok penempelan faktot transkripsi ke DNA virus.

Translasi/antisense

Antisense merupakan segmen dari DNA atau RNA yang didesain sebagai molekul komplementer untuk bagian penting dari genom virus. Obat untuk antisense, Fosforotioat yaitu fomivirsen digunakan untuk mengobati infeksi mata oportunistik pada pasien AIDS yang disebabkan oleh sitomegalovirus, dan lain antivirus antisense lainnya dalam tahap pengembangan. Sebuah tipe struktur antisense sedang dikembangkan yaitu antisense morpholino.

Morpholino telah digunakan untuk dalam percobaan untuk menekan virus:

Translasi/ribozim

Ada antivirus lain, yakni berdasarkan ribozim, yang mana enzim itu akan memotong RNA atau DNA virus pada tempat tertentu. Normalnya, ribozim digunakan sebagai bagian untuk membentuk virus, tetapi ribozim buatan dirancang untuk memotong RNA dan DNA pada tempat yang akan menonaktifkan virus.

Diusulkan antivirus ribozim digunakan dalam pengobatan hepatitis C, dan antivirus ribozim sedang dikembangkan untuk pengobatan HIV. Ada ide untuk penggunaan sel yang telah dimodifikasi secara genetik untuk menghasilkan ribozim sesuai dengan kebutuhan. Hal ini merupakan bagian dari upaya utama untuk menciptakan sel yang dimodifikasi secara genetik yang dapat diinjeksikan ke inang untuk menyerang patogen dengan menghasilkan protein khusus yang menghalangi replikasi virus pada berbagai fase hidup virus.

Pengolahan dan penargetan protein

Interferensi dengan modifikasi pasca-translasi atau dengan penarargetan protein virus dalam sel juga memungkinkan.

Penghambat Protease

Beberapa virus memiliki enzim protease yang memotong rantai protein virus menjadi terpisah sehingga virus dapat dirakit menjadi bentuk akhir. HIV memiliki protease, dan penelitian telah dilakukan untuk menemukan penghambat protease yang akan menyerang HIV pada fase siklus hidupnya. penghambat Protease tersedia di 1990-an dan terbukti efektif, meskipun menyebabkan efek samping yang tidak biasa, misalnya lemak menumpuk di tempat-tempat yang tidak biasa. Penghambat protease terbaru tengah dikembangkan.

Penghambat Protease juga ada di alam. Sebuah penghambat protease diisolasi dari jamur Shiitake (Lentinus edodes). Adanya penghambat protease di Shiitake dapat menjelaskan aktivitas antiviral in vitro pada Shiitake.

Fase perakitan

Rifampisin bekerja pada fase perakitan.

Fase rilis

Fase terakhir dari siklus hidup virus adalah melepaskan virus yang telah dirakit dari sel inang, dan fase ini juga ditargetkan oleh pengembang obat antivirus. Dua obat yakni zanamivir (Relenza) dan oseltamivir (Tamiflu) yang baru-baru ini digunakan untuk mengobati influenza dapat mencegah pelepasan virus dengan memblok molekul neuraminidase yang ditemukan pada permukaan virus flu, dan juga tampaknya ada di berbagai macam galur virus flu.

Stimulasi Sistem Imun

Golongan berikutnya dalam melawan virus melibatkan rangsangan ke sistem imun untuk menyerang virus, daripada obatnya yang langsung menyerang. Beberapa antivirus ini tidak fokus pada patogen yang spesifik, tetapi merangsang sistem imun untuk menyerang berbagai patogen.

Salah satu yang golongan obat yang terkenal ialah interferon, yang menghambat sintesis virus dalam sel-sel yang terinfeksi. Salah satu bentuk interferon pada manusia disebut interferon alfa yang telah digunakan untuk pengobatan hepatitis B dan C, dan interferon yang lain sedang diteliti sebagai pengobatan untuk berbagai penyakit.

Pendekatan yang lebih spesifik adalah untuk mensintesis antibodi monoklonal. molekul protein yang dapat terikat ke patogen dan menandainya untuk diserang oleh sistem imun. Saat ini, antibodi monoklona dijual salah satunya untuk membantu melawan respiratory syncytial virus pada bayi, dan juga untuk hepatitis B.

Resistensi

Hampir semua antimikroba, termasuk antivirus, dapat mengalami resistensi karena patogen terus bermutasi dari waktu ke waktu, sehingga pengobatan menjadi kurang efektif. Pada sebuah studi terbaru yang dipublikasikan oleh Nature Biotechnology menekankan perlunya penambahan persediaan oseltamivir (Tamiflu) dengan tambahan obat antivirus lainnya termasuk zanamivir (Relenza) karena kemungkinan neuraminidase (NA) dari virus Flu Babi H1N1 pada tahun 2009 telah bermutasi menjadi resisten terhadap tamiflu (His274Tyr) yang saat ini tersebar luas di galur H1N1 lainnya.

Lihat Pula


Новое сообщение