Продолжая использовать сайт, вы даете свое согласие на работу с этими файлами.
Rasa lapar hedonis
Rasa lapar hedonis atau hiperfagia hedonis adalah istilah yang merujuk pada hasrat seseorang mengonsumsi sejumlah makanan semata hanya untuk memenuhi kepuasannya tanpa mempertimbangkan kebutuhan kalori atau energi. Makanan tertentu bisa menyebabkan diri menjadi lebih lapar dari sebelumnya jika dikonsumsi, atau seseorang kemungkinan memiliki kecanduan makan yang kuat terhadap tanda-tanda kondisi makan sehingga menimbulkan rasa lapar hedonis. Salah satu metode yang bertujuan mengontrol perilaku berlebihan tersebut adalah program penurunan berat badan. Selain itu, intervensi terapeutik juga dapat memengaruhi perilaku makan hedonis.
Latar belakang
Meskipun berdasarkan teori-teori umum rasa lapar timbul akibat kurangnya asupan energi atau nutrisi dalam tubuh, yang sering terjadi adalah rasa lapar timbul karena hanya ingin memenuhi kepuasan makan. Hal ini sejalan dengan konsep insentif-positif. Gramlich membagi respons rangsangan makan berlebihan menjadi dua kategori, hiperfagia homeostatis dan hiperfagia hedonis. Oleh karena itu, rasa lapar dan makan tergantung pada kontrol umpan balik dari proses homeostatis, hedonis, dan kognitif. Meskipun mekanisme tersebut saling melengkapi dan mempengaruhi, keduanya tetap dapat dipisahkan menjadi definisi yang berbeda.
Berdasarkan konsep insentif-positif perilaku makan menunjukkan kemiripan dengan perilaku seksual, dimana motivasi manusia melakukan seksual bukan karena kebutuhan alami, melainkan karena atas dasar keinginannya semata. Makanan berkalori tinggi dianggap memiliki nilai penting sepanjang sejarah manusia.
Munculnya keinginan untuk mengonsumsi makanan yang diidamkan, membuat seseorang menjadi lapar. Efek psikologis dari rasa lapar tersebut membuat penggunanya ingin makan lagi dan lagi, setara dengan efek pada kecanduan narkoba. Lemahnya seseorang terhadap kondisi rasa lapar hedonis dapat menyebabkan mereka makan berlebihan makanan yang padat kalori. Cara makan hedonis seperti itu membuat seseorang mengesampingkan kemampuan tubuh untuk mengatur rasa kenyangnya. Meskipun terdapat banyak bukti mengenai perilaku rasa lapar hedonis, beberapa kelompok masyarakat menganggap fenomena ini sebagai kontroversi. Mereka berpihak pada salah satu penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara konsumsi milkshake dengan kenaikan indeks massa tubuh (BMI).
Sebuah fenomena lain terkait perilaku nafsu makan, dikenal dengan nafsu makan khusus atau rasa lapar khusus. Secara konsep perilaku ini sama dengan rasa lapar hedonis, tetapi memilki definsi yang berbeda. Nafsu makan khusus adalah dorongan untuk memakan makanan yang memiliki rasa atau aroma tertentu. Perilaku ini lebih menekankan pada seseorang yang beradaptasi dan berkembang untuk merasakan selera tertentu sementara rasa lapar hedonis cenderung karena bawaan perubahan (evolusi) manusia dari waktu ke waktu.
Variabilitas makanan
Adanya kategorisasi makanan-makanan yang menimbulkan rasa lapar secara hedonis, mencermikan bahwa beberapa kelompok masyarakat memiliki kebiasaan makan meskipun mereka tidak lapar. Penelitian berupa pemindaian pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) pada tikus menunjukkan bahwa tikus yang dihadapkan dengan dua jenis makanan, cenderung memilih keripik kentang bercampur lemak dan karbohidrat dibandingkan makanan makronutrien tunggal. Studi lain juga menyimpulkan bahwa menu makanan pengunggah selera (hedonis) secara agregat bercampur dengan bahan makanan lain dari jenis makanan tertentu, dan menjadi preferensi di semua menu makanan.
Variabilitas interpersonal
Seseorang bisa saja memiliki kecanduan makan yang kuat terhadap tanda-tanda kondisi makan sehingga menimbulkan rasa lapar hedonis. Variabilitas genetik dapat mempengaruhi hiperfagia hedonis. Tingkat rasa lapar yang berbeda-beda dari setiap orang menjadikan metode penurunan berat badan yang dipilih berbeda juga. Antara satu dengan yang lain memiliki cara tersendiri dalam mengatasi makanan yang merangsang untuk dimakan. Untuk menilai hal tersebut digunakan Power of Food Scale (PFS) yang mengukur antisipasi nafsu makan seseorang. Penikmat makanan, pengidap obesitas serta orang-orang dengan kelainan makan seperti anoreksia nervosa mendapat skor lebih tinggi daripada orang dengan berat badan normal dan yang membatasi asupan makannya. Penurunan skor PFS mengindikasikan keberhasilan dalam penurunan berat badan.
Rangsangan makanan
Rangsangan makanan mengacu pada obsesi seseorang dalam mendapatkan makanan. Rangsangan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya karena variasi makanan, makanan yang lezat, dan tidak adanya makanan disekitar mereka. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan rasa kenyang (expected satiation) dan rasa lapar yang mungkin timbul sebelum waktu makan berikutnya tiba (expected satiety). Mekanisme efektor rangsangan makanan juga dipengaruhi oleh aktivitas dopaminergik di otak.
Penanganan
Secara konsep, salah satu tujuan program penurunan berat badan adalah untuk mengendalikan rasa lapar hedonis. Penelitian mengungkapkan pola makan yang baik dapat membantu orang yang terus-menerus mengalami rasa lapar hedonis mengatur makanan mereka baik secara porsi maupun cita rasanya. Sebagai contohnya, praktik ini dapat dilakukan dengan cara memilih menu popcorn gandum utuh daripada keripik kentang sebagai camilan. Hal ini karena gandum utuh memiliki kalori lebih rendah dan juga membuat rasa kenyang lebih lama. Contoh lainnya adalah menambahkan serat pada menu harian, karena dapat meningkatkan rasa kenyang dan mengurangi asupan energi pada waktu makan berikutnya. Makanan berkepadatan energi rendah tetapi membuat rasa kenyang lebih lama cocok untuk mengatur berat badan agar tetap seimbang. Contohnya adalah dengan mengonsumsi minuman yoghurt ketimbang jus buah. Orang dengan nilai Power of Food Scale (PFS) yang tinggi akan menjadi lebih baik apabila sering mengonsumsi produk pengganti makanan.
Mengonsumsi obat-obatan bisa memengaruhi timbulnya perilaku makan hedonis. Glucagon-like peptide-1 (GLP1) agonis, seperti obat exenatide dan liraglutide, yang digunakan untuk mengtasi diabetes, dapat menekan perilaku makan berlebih. Penghambatan transportasi hormon dopamin di dalam otak meningkatkan konsentrasi dopamin, yang dapat mengurangi asupan energi. Terlepas dari teori umum, secara klinis antagonis opiat sebagai agen tunggal umumnya tidak memberikan manfaat yang substansial. Tetapi, fakta terdahulu menyarankan efek sinergis dengan terapi target bersama antara reseptor opiat dan reseptor dopamin atau cannabinoid.
Berbagai jenis operasi bariatrik dapat memengaruhi rasa lapar hedonis, terutama jika disertai dengan intervensi konseling yang mengurangi impuls hedonis otomatis. Operasi ini dapat bekerja sebagian dengan memodifikasi produksi hormon gastrointestinal, terutama dengan meningkatkan glukagon-like peptida-1 dan peptida YY (PYY),
Mekanisme fisiologis
Pada seseorang yang mengalami rasa lapar hedonis akan terjadi hubungan positif antara plasma endocannabinoid 2-arachidonoyl gliserol (2-AG) dan ghrelin selama aktivitas makan berlangsung. Berbeda ketika makan biasa, mengonsumsi makanan yang dilandasi kesenangan ditandai dengan peningkatan kadar perifer pada kedua peptida tersebut. Kedua sinyal kimia endogen ini dapat memengaruhi jumlah asupan makanan dan selanjutnya, akan memengaruhi penambahan berat badan.