Продолжая использовать сайт, вы даете свое согласие на работу с этими файлами.
Gangguan kepribadian antisosial
Gangguan kepribadian antisosial | |
---|---|
Informasi umum | |
Nama lain | Gangguan kepribadian disosial, sosiopat |
Spesialisasi | Psikiatri |
Gangguan kepribadian antisosial (antisocial personality disorder) adalah sebuah gangguan kepribadian yang ditandai oleh perilaku yang tidak mempedulikan atau melanggar hak asasi orang lain secara berkepanjangan. Ciri lainnya adalah rasa moral dan nurani yang rendah serta perilaku kriminal, impulsif, dan agresif.
Entri Antisocial personality disorder digunakan di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) keluaran American Psychiatric Association. Sementara itu, di dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD) keluaran Organisasi Kesehatan Dunia, entri Dissocial personality disorder (DPD) menyebutkan bahwa diagnosisnya mencakup gangguan kepribadian antisosial. Kedua manual kesehatan tersebut memiliki kriteria diagnosis yang serupa namun tak sama. Gangguan kepribadian antisosial sering pula disebut sebagai psikopat atau sosiopat tetapi banyak ilmuwan yang telah menyatakan bahwa psikopat merupakan gangguan yang memiliki beberapa ciri yang sama namun dapat dibedakan dari gangguan kepribadian antisosial.
Sejarah
Versi pertama dari DSM pada tahun 1952 mencantumkan gangguan kepribadian sosiopatik. Gangguan ini berlaku pada individu yang dianggap "...sakit terutama dalam hal kemasyarakatan dan kesesuaian dengan lingkungan yang berlaku, dan ini tidak hanya mencakup dalam hal ketidaknyamanan pribadi melainkan juga pada hubungan dengan individu lain". Ada empat subtipe yang disebut sebagai "reaksi" oleh DSM edisi pertama: antisosial, dissosial, seksual, dan kecanduan. Reaksi antisosial mencakup orang-orang yang "selalu dalam masalah" dan tidak dapat belajar darinya, bersikap "tidak setia", secara umum tidak berperasaan dan kurang bertanggung jawab, serta sering "merasionalisasi" perilakunya sendiri. Kategori tersebut digambarkan lebih spesifik daripada konsep yang ada tentang "keadaan psikopat konstitusional" atau "kepribadian psikopat" yang umumnya memiliki arti yang sangat luas. Definisi yang lebih spesifik ini sejalan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Hervey M. Cleckley dari tahun 1941. Meski istilah sosiopat pernah dikemukakan oleh George Partridge pada tahun 1928 ketika mempelajari pengaruh lingkungan awal terhadap psikopat. Partridge menemukan hubungan antara gangguan psikopat antisosial dan penolakan orang tua yang dialami pada anak usia dini.
DSM-I sebelumnya mengklasifikasikan beberapa kondisi yang terkait dengan gangguan kepribadian antisosial sebagai gangguan kepribadian sosiopatik tipe dissosial. DSM-II pada tahun 1968 kemudian mengatur ulang kategori gangguan serta memasukkan "kepribadian antisosial" sebagai salah satu dari sepuluh gangguan kepribadian meski gangguan tersebut masih didefinisikan dengan penjelasan yang sama dari edisi sebelumnya. Gangguan kepribadian antisosial dalam edisi ini untuk diberlakukan pada individu yang: "pada dasarnya tidak menyukai bersosialisasi", sedang dalam konflik berulang dengan masyarakat, tidak memiliki rasa loyalitas secara signifikan, egois, tidak bertanggung jawab, tidak dapat merasa bersalah atau belajar dari pengalaman sebelumnya, serta cenderung menyalahkan orang lain dan merasionalisasi tindakannya sendiri. Kata pengantar dari manual tersebut berisi "instruksi khusus" yang menjelaskan bahwa "Kepribadian antisosial harus selalu dikategorikan dengan kadar ringan, sedang, atau berat." DSM-II memperingatkan bahwa riwayat pelanggaran hukum atau sosial tidak dengan sendirinya cukup untuk membenarkan diagnosis. DSM-II juga mencatat bahwa "reaksi kenakalan kelompok" ketika masa kanak-kanak atau remaja, atau "ketidaksesuaian sosial tanpa gangguan kejiwaan" harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum diadakannya diagnosis pada gangguan kepribadian antisosial. Tipe kepribadian dissosial kemudian didefinisikan ulang dalam DSM-II menjadi "perilaku dissosial" bagi individu yang mengikuti lebih banyak atau sedikit tindakan kriminal, seperti pemerasan, perjudian yang ilegal, pelacuran, dan penjualan obat bius. Gangguan ini kemudian muncul kembali sebagai nama diagnosis dalam manual ICD yang diproduksi oleh WHO. Gangguan itu kemudian disebut sebagai gangguan kepribadian dissosial dan dianggap setara dengan diagnosis ASPD.
DSM-III pada tahun 1980 memasukkan penjelasan lengkap mengenai gangguan kepribadian antisosial. Seperti gangguan lainnya, gangguan kepribadian antisosial pafa edisi ini memiliki daftar gejala lengkap yang berfokus pada perilaku yang dapat diamati untuk meningkatkan konsistensi dalam diagnosis antara psikiater yang berbeda ('keandalan antar-penilai'). Daftar gejala ASPD didasarkan pada Kriteria Diagnostik Penelitian yang dikembangkan dari apa yang disebut Kriteria Feighner pada tahun 1972. Pada akhirnya, kriteria diagnostik untuk gangguan kepribadian antisosial kemudian merujuk pada penelitian yang berpengaruh oleh sosiolog Lee Robins. Penelitian tersebut diterbitkan pada tahun 1966 dan berjudul "Deviant Children Grown Up". Namun, Robins sebelumnya telah mengklarifikasi bahwa meski kriteria baru mengenai masalah perilaku masa kanak-kanak sebelumnya dalam gangguan kepribadian antisosial berasal dari karyanya, dia dan rekan sesama penelitinya yang bernama Patricia O'Neal mendapatkan kriteria diagnostik yang mereka gunakan dari suami Robins yang merupakan seorang psikiater yang bernama Eli Robins. Ia adalah salah satu penulis kriteria Feighner yang telah menggunakan kriteria tersebut sebagai bagian dari wawancara diagnostik.
Epidemiologi
Seperti yang terlihat dalam dua penelitian yang berasal dari Amerika Utara dan dua penelitian dari Eropa, ASPD lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita, karena pria memiliki kemungkinan didiagnosis ASPD tiga hingga lima kali daripada wanita. Prevalensi ASPD bahkan lebih tinggi pada populasi tertentu, seperti di penjara yang mana di sana terdapat lebih banyak pelaku kekerasan. Meski begitu, ditemukan adanya fakta bahwa prevalensi ASPD di antara narapidana hanya di bawah 50%. Demikian pula, prevalensi ASPD lebih tinggi di antara pasien yang mengonsumsi alkohol atau obat-obatan lain (AOD) daripada pada populasi umum. Hal ini kemudian menunjukkan hubungan antara ASPD dengan AOD. Dalam sebuah penelitian yang diadakan oleh Epidemiological Catchment Area (ECA), pria yang mengidap ASPD memiliki kemungkinan menggunakan alkohol dan zat terlarang secara berlebihan hingga tiga sampai lima kali lipat dibandingkan pria tanpa ASPD. Meski ASPD lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, tetapi ditemukan juga peningkatan frekuensi penggunaan zat ini pada wanita yang mengidap ASPD. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan dengan pria dan wanita dengan ASPD, wanita cenderung lebih banyak menyalahgunakan zat dibandingkan dengan para pria.
Individu pengidap ASPD sangat berisiko untuk melakukan bunuh diri. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan peristiwa bunuh diri karena hubungan antara bunuh diri dengan gejala yang ada pada ASPD, seperti kriminalitas dan penggunaan narkoba. Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa keturunan korban ASPD juga berisiko mengidap ASPD pula. Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman negatif atau traumatis seseorang pada masa kanak-kanak, mungkin disebabkan karena tindakan orang tua yang mengidap ASPD. Hal ini kemudian dapat menjadi alasan mengapa seseorang tersebut berbuat kenakalan atau kriminalitas di suatu hari nanti. Selain itu, anak-anak dari orang tua dengan ASPD dapat berperilaku nakal jika mereka dibesarkan di lingkungan yang mana kejahatan dan kekerasan sudah biasa terjadi. Bunuh diri adalah penyebab utama kematian di kalangan remaja yang menunjukkan gangguan kepribadian antisosial, terutama bila diiringi dengan kenakalan. Pemenjaraan yang dapat terjadi sebagai konsekuensi tindakan dari pelaku yang mengidap ASPD, merupakan salah satu alasan mengapa ide bunuh diri muncul pada remaja.
Gejala Umum
Secara umum gangguan kepribadian antisoasial dapat dilihat dari gejala yang di tunjukan oleh buku Panduan Statistik Diagnosa (Diagnostic Statistical Manual/DSM). Ciri yang paling menonjol dari mereka adalah tingkat kecemasan yang rendah ketika berhadapan dengan situasi yang mengancam dan kurangnya rasa bersalah dan menyesal atas kesalahan yang telah mereka lakukan. Hukuman biasanya hanya member sedikit dampak dalam perilaku mereka. Meski orang tua atau orang lain menghukum mereka untuk kesalahan yang mereka lakukan, mereka tetap menjalani kehidupan yang tidak bertanggung jawab dan impulsif.[1] Laki-laki cenderung menerima diagnosis kepribadian antisosial daripada perempuan (Robins, Locke, & Reiger,). Sedangkan gejala-gejalanya menurut Cleckley ialah:
- Cukup rendah rasa bersosialisasi dan kecerdasan di atas rata-rata.
- Tidak adanya tanda-tanda lain pemikiran irasional.
- Tidak adanya ketenangan,kecemasan neurotik atau gejala lainnya yang cukup besar.
- Ketidaktulusan.
- Kurangnya penyesalan, tidak ada rasa malu.
- Perilaku yang antisosial tidak mempunyai cukup motivasi dan buruk merencanakan sesuatu.
- Miskin penilaian dan kegagalan untuk belajar dari pengalaman.
- Patologisego, ketidakmampuan untuk cinta sejati.
- Miskin emosi yang mendalam.
- Kurangnya wawasan tentang apapun yang benar.
- Tidak ada riwayat usaha bunuh diri yang sejati.
- Kehidupan seks sepele,dan kurang terintegrasi.
- Kegagalan untuk memiliki rencana hidup.
Terapi
Terapi dengan kepribadian tergantung difasilitasi oleh fakta bahwa orang-orang mencari orang lain yang lebih kuat pada siapa diri mereka bergantung. Oleh karena itu mereka membuat pasien bersedia menjadi reseptif. Namun,sifat ini dapat membuat mereka terlalu tergantung pada terapis dan kurang cenderung untuk membuat keputusan sendiri dan untuk mengambil tanggung jawab untuk diri mereka sendiri. Millon menunjukkan bahwa pendekatan tidak langsung bekerja lebih baik daripada perilaku karena mereka mendorong kemerdekaan. Selain itu pemilik kepribadian Historinic memerlukan terapi untuk waktu yang lama, terutama ketika sumber kecemasan yang diselidiki. Millon mengusulkan terapi congnitive untuk membantuk kepribadian histrionik belajar untuk berpikir daripada bertindak impulsif. Kepribadian pasif-agresif membuat pengobatan sulit karena masalah yang dihadapi sebagian besar adalah karena ulah mereka sendiri,mereka lupa janji,datang terlambat,dsb. Teknik psiko analitik menafsirkan resistensi tersebut dapat membantu.