Продолжая использовать сайт, вы даете свое согласие на работу с этими файлами.
Kerakusan
Kerakusan (bahasa Inggris: gluttony, bahasa Latin: gula) adalah perilaku menikmati kesenangan dan konsumsi berlebihan atas makanan, minuman, atau harta benda sampai pada titik pemborosan atau keroyalan. Kata kerakusan (gluttony) sendiri berasal dari istilah Latin gluttire yang berarti meneguk atau menelan.
Dalam Kekristenan, hal ini dianggap sebagai dosa jika keinginan yang berlebihan atas makanan/minuman menyebabkan mereka yang membutuhkan menjadi tidak mendapatkannya. Beberapa denominasi Kristen memandang kerakusan sebagai salah satu dari tujuh dosa pokok, yakni suatu hasrat yang keliru atau berlebihan atas makanan/minuman.
Etimologi
Dalam Ulangan 21:20 dan Amsal 23:21 tertulis זלל. Catatan Gesenius (kata sebelah kiri bawah) mengindikasikan "menghamburkan" (squandering) dan "pemborosan" (profligacy).
Dalam Matius 11:19 dan Lukas 7:34, tertulis φαγος. Catatan LSJ sangat sedikit, dan hanya merujuk pada satu sumber eksternal, Zenobius Paroemiographus 1.73. Kata tersebut bisa saja berarti "seorang pemakan" (orang yang makan), karena φαγω berarti "makan".
Dalam agama
Yudaisme
Daftar 613 mitzvot menurut Rambam yang dipegang umat Yahudi, menyatakan bahwa kerakusan atau makan/minum berlebihan adalah hal yang dilarang. Hal ini tercantum dalam #169: "Tidak makan atau minum seperti seorang pelahap atau seorang pemabuk (tidak memberontak melawan ayah atau ibu)".
Katolik
St. Gregorius Agung
Paus Gregorius I (Santo Gregorius Agung), seorang Pujangga Gereja, menggambarkan berbagai hal yang termasuk dosa kerakusan, beserta kutipan dari Alkitab sebagai contohnya:
1. Makan sebelum waktunya atau terlalu awal.
- Dalam 1 Samuel 14 Yonatan makan sedikit madu sebelum waktunya makan, yakni sebelum matahari terbenam (1 Sam. 14:24), sehingga sesuai ucapan ayahnya seharusnya ia mati (1 Sam. 14:44).
2. Menikmati makanan yang lezat, lebih berkualitas, atau mahal.
- Bilangan 11 mengisahkan orang-orang Israel yang telah dibawa keluar dari Mesir mati di padang gurun karena memandang rendah manna yang diterimanya dan menginginkan daging.
3. Mencari makanan yang disiapkan secara berlebihan atau kompleks (misalnya dengan saus dan bumbu yang mewah)
- Kesalahan pertama kedua anak Eli adalah menginginkan daging mentah agar dapat dimasak dengan lebih baik (1 Samuel 2:15), sehingga bertentangan dengan adat Yahudi; tidak lama kemudian mereka mati (1 Sam. 4:11).
4. Makan dalam jumlah yang terlalu banyak atau berlebihan.
- Yehezkiel 16:49 menceritakan bahwa salah satu kesalahan Sodom adalah "makanan yang berlimpah-limpah"; terlihat bahwa Sodom kehilangan keselamatan akibat pemuasan diri yang berlebihan, seiring dengan dosa kesombongan.
5. Makan terlalu antusias atau lahap, walaupun jumlahnya tepat dan bukan makanan mewah.
- Esau kehilangan hak kesulungannya demi makanan yang ia inginkan, yakni masakan kacang merah, dengan gairah yang sangat besar (Kejadian 25:34).
Menurut St. Gregorius Agung, hal terakhir itu (yang kelima) merupakan yang terburuk di antara semuanya, karena dengan jelas menunjukkan keterikatan pada kepuasan diri. Secara ringkas St. Gregorius mengatakan bahwa seseorang jatuh dalam dosa kerakusan karena: 1.Waktu (kapan); 2.Kualitas; 3.Stimulan; 4.Kuantitas; 5.Gairah. Ia menegaskan bahwa hasrat yang tidak teratur itu yang merupakan dosa, bukan makanannya: "Sebab bukan makanannya, tetapi hasrat tersebut yang bersalah".
St. Thomas Aquinas
Dalam Summa Theologiae, St Thomas Aquinas menegaskan kembali kelima daftar yang disajikan St. Gregorius Agung (tanpa memperhatikan urutannya) mengenai dosa kerakusan:
- Laute - makan makanan yang terlalu mewah, eksotis, atau mahal
- Studiose - makan makanan dengan kualitas berlebihan (terlalu 'anggun' atau rumit pembuatannya)
- Nimis - makan makanan dengan kuantitas berlebihan (terlalu banyak)
- Praepropere - makan dengan terburu-buru (terlalu awal atau pada waktu yang tidak tepat)
- Ardenter - makan dengan sangat lahap (terlalu bergairah atau antusias)
St. Aquinas menyimpulkan bahwa "kerakusan menunjukkan konkupisensi yang tak terkendali saat makan"; tiga hal pertama di atas terkait dengan makanan itu sendiri, sedangkan dua hal terakhir berkaitan dengan cara makan. Ia mengatakan bahwa abstinensi dari makanan dan minuman membantu mengatasi dosa kerakusan, dan tindakan nyata dari abstinensi adalah berpuasa. (lihat: Puasa (Katolik)) Secara umum, puasa berguna untuk mengekang konkupisensi atau nafsu kedagingan.
St. Alfonsus Liguori
Santo Alfonsus Liguori menuliskan hal berikut ketika menjelaskan mengenai kerakusan:
"Paus Innosensius XI mengutuk dalil yang menegaskan bahwa bukanlah dosa jika makan atau minum dengan satu-satunya alasan adalah memuaskan selera. Namun merasakan kenikmatan saat makan bukanlah suatu kesalahan: sebab, pada umumnya, tidaklah mungkin makan tanpa mengalami kenikmatan yang mana secara alamiah disebabkan oleh makanan. Tetapi merupakan suatu cacat cela jika makan, seperti binatang, dengan satu-satunya alasan yaitu pemuasan inderawi, dan tanpa alasan apa pun yang wajar. Oleh karena itu daging yang paling lezat sekalipun dapat dimakan tanpa berdosa, apabila alasannya baik dan pantas untuk seorang makhluk yang berakal budi; dan makan makanan yang paling kesat sekalipun tetapi jika terikat pada kenikmatan, mungkin ada yang salah dengannya."
Dalam seni
Kallimakhos seorang penyair terkenal dari Yunani, menuliskan, "Semua yang kuberikan pada perutku telah lenyap, dan tetap kusimpan segala pakan bagi jiwaku."
Kutipan populer "Makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan" umumnya dikaitkan dengan Socrates; tanpa melupakan kutipan dari Rhetorica ad Herennium IV.28: "Effe oportet ut vivas; non vivere ut edas" ("Seseorang perlu makan untuk hidup, bukannya hidup untuk makan"), yang mana Oxford Dictionary of Proverbs menyatakan bahwa itu adalah kata-kata Cicero.
Lihat pula
Pranala luar
- (Inggris) Kutipan tentang gluttony di Wikiquote
Yang mendeskripsikannya | ||
---|---|---|
Representasi dalam seni | ||
Terkait |
Umum | |
---|---|
Perpustakaan nasional |