Продолжая использовать сайт, вы даете свое согласие на работу с этими файлами.
Leukemia mieloid akut
Leukemia Mieloid Akut | |
---|---|
Aspirasi sumsum tulang menunjukkan gambaran leukemia mieloid akut, badan Auer ditunjukkan oleh tanda panah | |
Informasi umum | |
Nama lain | Leukemia mielogenus akut, leukemia nonlimfositik akut (LNLA), leukemia mieloblastik akut, leukemia granulositik akut |
Spesialisasi | Hematologi, onkologi |
Faktor risiko | Merokok, riwayat kemoterapi atau terapi radiasi, sindrom mielodisplasia, benzena |
Aspek klinis | |
Gejala dan tanda | Mudah lelah, napas pendek, mudah memar dan perdarahan, peningkatan risiko infeksi |
Awal muncul | Semua umur, paling banyak pada usia 65-75 tahun |
Diagnosis | Aspirasi sumsum tulang, pemeriksaan darah |
Perawatan | Kemoterapi, terapi radiasi, transplantasi sel stem |
Prognosis | Sintas lima tahun ~27% (Amerika) |
Leukemia mieloid akut (acute myeloid leukemia, AML) atau leukemia mielositik akut atau leukemia mielogenous akut atau leukemia granulositik akut atau leukemia nonlimfositik akut (LNLA) adalah suatu jenis keganasan pada darah yang ditandai dengan diferensiasi (perkembangan) dan proliferasi (pertumbuhan dan pertambahan sel yang sangat cepat) abnormal sel punca hematopoietik yang menyebabkan penekanan dan mengganti komponen sumsum tulang belakang.
Gejala penyakit ini bervariasi tergantung pada jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel tersebut. Keluhan yang paling sering timbul adalah mudah lelah napas pendek atau dispnea yang disebabkan oleh anemia, demam, memar dan perdarahan, penurunan berat badan, dan mudah menderita infeksi.
Penyebab penyakit leukemia mieloid akut belum diketahui dengan pasti. Namun ada beberapa faktor risiko terjadinya penyakit ini yaitu faktor genetik, riwayat radiasi, riwayat kemoterapi, riwayat merokok, zat kimia, dan riwayat kelainan darah yang lain.
Diagnosis penyakit ini dilakukan melalui aspirasi sumsum tulang, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan imunofenotipe, dan pemeriksaan sitogenetika molekuler untuk mengetahui abnormalitas gen.
Terapi utama pasien leukemia mieloid akut adalah dengan kemoterapi. Terapi ini dapat dilanjutkan dengan radiasi hingga transplantasi sel punca. Terapi suportifnya adalah tranfusi darah bila terdapat penurunan hemoglobin, dan terapi simtomatik sesuai dengan gejala yang timbul.
Sejarah
Deskripsi kasus leukemia yang pertama kali tertulis ialah yang diterbitkan dalam literatur medis tahun 1827 oleh dokter Prancis Alfred-Armand-Louis-Marie Velpeau. Istilah "myeloid" diciptakan oleh Franz Ernst Christian Neumann pada tahun 1869, di mana ia menjadi yang pertama dalam mengenali sel darah putih yang dibuat pada sumsum tulang.
Tanda dan gejala
Gejala yang mula-mula dirasakan penderita terjadi karena kegagalan sumsum tulang menghasilkan sel darah yang normal dalam jumlah yang cukup dan atau akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada berbagai organ. Gejala yang dirasakan bervariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Durasi perjalanan penyakit pun bervariasi, beberapa individu mengalami gejala yang berat selama beberapa hari hingga beberapa minggu, dan individu yang lain mengalami gejala yang lebih lama dengan intensitas ringan hingga berbulan-bulan. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah mudah lelah, badan terasa tidak sehat (malaise), dan dispnea akibat anemia. Demam adalah keluhan pertama bagi sekitar 15-20% penderita yang timbul akibat infeksi bakteri yang disebabkan oleh granulositopenia atau netropenia. Penderita leukemia mieloid akut akan mudah mengalami infeksi dan gejala perdarahan mulai dari peteki, purpura, lebam, gusi berdarah, dan keluar darah dari hidung (epistaksis). Penurunan berat badan yang dirasakan oleh penderita berhubungan dengan berkurangnya napsu makan akibat malaise. Nyeri tulang dan nyeri sendi (artralgia) juga dirasakan oleh sekitar 29% penderita yang terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam jaringan tulang dan sendi.
Tanda klinis yang dapat ditemukan pada penderita leukemia myeloid akut adalah tanda anemia berupa kepucatan yang terlihat jelas pada bibir, konjungtiva mata, kuku, dan kulit. Bila anemianya berat, akan didapatkan peningkatan frekuensi pernapasan dan peningkatan denyut nadi (takikardia). Walaupun frekuensi terjadinya pembesaran organ pada AML lebih sedikit dibandingkan pada ALL (acute lymphoblastic leukemia), beberapa penderita AML dapat menderita pembesaran abdomen dan pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati). Pembesaran limpa (splenomegali) lebih sering didapatkan daripada pembesaran hati (hepatomegali).
Faktor risiko
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu yang akan meningkatkan kemungkinan seseorang menderita penyakit ini. Secara umum faktor risiko dapat dibagi tiga, yaitu faktor host (bawaan manusianya sendiri), faktor agent (zat atau benda lain), dan faktor lingkungan (berhubungan dengan pajanan pekerjaan).
Faktor inang
Insiden leukemia mieloid akut lebih banyak didapatkan pada usia dewasa tua dibandingakn anak-anak dan diderita lebih banyak oleh pria dibandingkan oleh wanita. Individu ras kaukasia (kulit putih) memiliki potensi lebih besar dibandingkan ras kulit hitam. Faktor genetik juga memegang peranan untuk angka kejadian AML, terutama mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan leukemia. Insiden leukemia pada anak-anak dengan sindrom Down sekitar 20 kali lebih banyak dibandingkan anak yang normal, meningkat pada kelainan kromosom 21, dan meningkat pada penderita dengan kelainan genetik autosom dominan. Riwayat penyakit yang pernah diderita dulu seperti polisitemia vera, trombositemia, mielofibrosis idiopatik, dan sindrom mielodisplasia juga menjadi faktor risiko AML.
Faktor agen
Faktor dari luar yang meningkatkan risiko terjadinya AML adalah infeksi virus, sinar radioaktif, merokok, dan zat kimia seperti benzena, arsen, petisida, kloramfenikol, fenilbutazon. Virus limfotropik-T manusia (HTLV atau human T-lymphotropic leukemia) dan retrovirus jenis cRNA ditemukan pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron dan kultur pasien dengan leukemia sel T.
Faktor lingkungan
Menurut beberapa penelitian, terdapat hubungan antara beberapa jenis pekerjaan dengan peningkatan kejadian penyakit AML. Termasuk di dalamnya pekerja industri karet, pabrik pemurnian minyak, pabrik kimia, dan pabrik sepatu juga memiliki risiko yang sama, akibat kontak dengan benzena. Kondisi lain yang kemungkinan menjadi faktor risiko untuk insiden AML adalah pekerjaan yang terpapar bensin, herbisida dan pestisida, serta paparan terhadap medan elektromagnetik.
Patofisiologi
AML terjadi karena sel-sel hematopoietik berubah sifat menjadi ganas serta mengalami hambatan pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi sel dalam bentuk yang lebih matur (dewasa). Sel darah berasal dari sel punca hematopoietik pluripoten yang akan berdiferensiasi menjadi sel punca limfoid dan sel punca mieloid multipoten. Sel punca limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sedangkan sel induk mieloid akan menjadi eritrosit, granulosit, monosit, dan megakariosit (karena itu disebut sebagai CFU-GEMM atau colony forming unit-granulocyte, erythrocyte, monocyte, megakaryocyte). Klona leukemik dapat terjadi dalam setiap fase diferensiasi dan penyebabnya belum diketahui sampai sekarang. Bila hal ini terjadi, proses maturasi sel akan terganggu sehingga jumlah sel muda (immatur) akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah merah yang normal di dalam sumsum tulang. Sel leukemik ini akan masuk ke dalam sirkulasi dara dan menginfiltrasi organ.
Diagnosis
Diagnosis leukemia mieloid akut dibuat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan darah, aspirasi sumsum tulang, dan pemeriksaan pencitraan seperti pemeriksaan tomografi terkomputasi, foto torak dan pencitraan resonansi magnetik untuk melihat perluasan penyakit. Pada pemeriksaan hitung darah lengkap akan didapatkan gambaran anemia, trombositopenia, dan leukopenia. Aspirasi sumsum tulang adalah pemeriksaan rutin untuk diagnosis AML. Hasil pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan menggunakan pewarnaan May-Grünwald-Giemsa atau pewarnaan Wright-Giemsa. Pemeriksaan imunofenotipe dengan menggunakan teknik aliran sitometri dilakukan untuk menentukan tipe sel leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah ≥ 20% sel leukemik yang mengekspresikan petanda leukemia mieloid. Pemeriksaan sitogenetika mampu memberikan gambaran abnormalitas kromosom seperti translokasi, inversi, delesi, dan duplikasi yang ditemukan pada sekitar 55% pasien AML dewasa. Pemeriksaan sitogenetika yang lebih canggih, yaitu sitogenetika molekuler dengan menggunakan teknik FISH (fluorescence in situ hybridization atau hibridisasi floresensi in situ) dapat mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari kromosom seperti RUNX1 (Runt-related transcription factor 1) - RUNX1T1 (RUNX1 partner transcriptional co-repressor 1) yang merupakan protein AML, CBFB (Core-binding factor subunit beta) - MYH11 (Myosin Heavy Chain 11), fusi gen MLL (myeloid/lymphoid atau mixed-lineage leukemia 1) dan EV11, serta hilangnya kromosom 5q dan kromosom 7q.
Leukemia mieloid akut diklasifikasikan berdasarkan morfologi, diferensiasi, maturasi sel leukemia yang dominan di dalam sumsum tulang. Ada dua kriteria yang dipakai dalam klasifikasi AML yaitu klasifikasi oleh French American British (FAB) dan klasifikasi yang dibuat oleh WHO.
Klasifikasi WHO
Klasifikasi WHO untuk leukemia mieloid akut yang digunakan saat ini adalah klasifikasi revisi tahun 2016.
Nama | Deskripsi |
---|---|
Leukemia mieloid akut dengan kelainan genetik berulang | Termasuk
|
Leukemia myeloid akut dengan perubahan yang berhubungan dengan mielodisplasia | Kategori ini termasuk individu yang sebelumnya sudah memiliki riwayat dirawat dengan sindrom mielodisplasia (SMD) atau penyakit mieloproliferatif (PMD) yang berubah menjadi AML, atau individu yang memiliki karakteristik abnormalitas sitogenetika untuk AML jenis ini (dengan riwayat SMD atau PMD yang tidak terdeteksi sebelumnya tetapi gambaran sitogenetikanya menunjukkan riwayat kedua penyakit ini). AML ini timbul pada usia tua dan prognosisnya yang paling jelek.
|
Neoplasma mieloid yang berhubungan dengan pemberian terapi | Termasuk individu yang sudah menjalani kemoterapi dan atau radiasi dan setelahnya menderita AML atau SMD. |
Sarkoma Mieloid | Disebut juga Sarkoma granulositik atau kloroma. |
Proliferasi myeloid yang berhubungan dengan sindrom Down | Termasuk dalam kategori ini adalah transien mielopoiesis abnormal dan leukemia mieloid yang berhubungan dengan sindrom Down |
Leukemia mieloid akut lainnya | Termasuk subtipe AML yang tidak ada pada kategori di atas
|
Leukemia akut bifenotipe dan tidak berdeferensiasi | Belum pasti AML tetapi jenis leukemia yang memiliki gambaran myeloid dan limfositik. Disebut juga Leukemia akut fenotip campuran |
Klasifikasi French American British
Kriteria ini masih dipakai di beberapa negara meskipun sudah ada kriteria dari WHO yang lebih terperinci.
Subtipe | Nama | Persentase kasus | Sitogenetika |
---|---|---|---|
M0 | Leukemia mieloblastik akut dengan diferensiasi minimal | 5% | |
M1 | Leukemia mieloblastik akut tanpa maturasi | 15% | |
M2 | Leukemia mieloblastik akut dengan maturasi | 25% | t(8;21)(q22;q22), t(6;9) |
M3 | Leukemia promielositik akut | 10% | t(15;17) |
M4 | Leukemia mielomonositik akut | 20% | inv(16)(p13q22), del(16q) |
M4Eo | Leukemia mielomonositik akut dengan eosinofil abnormal | 5% | inv(16), t(16;16) |
M5 | Leukemia monoblastik akut (M5a), Leukemia monositik akut (M5b) | 10% | del (11q), t(9;11), t(11;19) |
M6 | Leukemia eritroid akut termasuk Eritroleukemia (M6a) and Leukemia eritroid (M6b) yang sangat jarang kasusnya | 5% | |
M7 | Leukemia megakariositik akut | 5% | t(1;22) |
Penatalaksanaan
Tujuan pemberian terapi pada AML adalah untuk menghancurkan sel-sel leukemia dan memungkinkan sumsum tulang untuk berfungsi kembali dengan normal. Terapi sekunder AML bersifat suportif seperti tindakan tranfusi darah bila ditemukan anemia, menjaga keseimbangan cairan, dan pemberian terapi simtomatik sesuai keluhan yang timbul misalnya dengan memberikan antipiretik untuk meringankan demam. Terapi primernya adalah kemoterapi dengan terapi induksi, terapi konsolidasi, dan transplantasi sel punca.
Terapi induksi bertujuan untuk mencapai remisi komplet yang artinya ditemukan sel blast (sel prekursor) 1.000/μL di dalam sumsum tulang dan trombosit ≥ 100.000/μL. Terapi induksi biasanya menggunakan kombinasi 2 jenis obat kemoterapi sitosin arabinosid atau sitarabin dan antibiotik antrasiklin. Untuk penderita yang berusia 16-60 tahun, pemberiannya adalah 3 hari antibiotik sitotoksik, antrasiklin (daunorubisin, idarubisin, dan mitoksantron) dan 7 hari sitarabin. Terapi induksi standar ini dikenal dengan istilah resimen terapi "3+7". Untuk yang berusia di atas 60 tahun, antrasiklinnya hanya menggunakan daunorubisin. Sebagai tambahan diberikan allopurinol sebagai obat untuk membantu mencegah pembentukan kembali sel-sel leukemia yang sudah hancur.
Terapi konsolidasi pascainduksi diberikan untuk mencegah kekambuhan dan untuk eradikasi minimal residual leukemia di dalam sumsum tulang. Pada terapi konsolidasi ini digunakan resimen yang sama dengan resimen yang digunakan pada terapi induksi dengan dosis yang sama atau lebih tinggi. Penderita yang memiliki risiko tinggi untuk relaps, dianjurkan untuk menjalani transplantasi sel punca.