Продолжая использовать сайт, вы даете свое согласие на работу с этими файлами.
Material swapulih
Material swapulih (disebut juga material swasembuh, bahasa Inggris: self-healing material) adalah senyawa buatan atau sintetis yang memiliki kemampuan bawaan untuk memperbaiki kerusakan dengan sendirinya secara otomatis tanpa intervensi manusia atau diagnosis eksternal. Secara umum, material akan terdegradasi seiring waktu akibat kelelahan, kondisi lingkungan, atau kerusakan yang dialami selama penggunaan. Retak dan jenis kerusakan lainnya pada tingkat mikroskopis menunjukkan perubahan sifat termal, listrik, dan akustik dari material, serta perambatan retak dapat memicu kejadian kegagalan material. Pada umumnya retak sulit dideteksi pada tahap awal dan intervensi manual diperlukan untuk melakukan inspeksi dan perbaikan berkala. Berkebalikan dengan hal tersebut, material swapulih melawan degradasi melalui inisiasi mekanisme perbaikan dalam merespons kerusakan mikro. Beberapa material swapulih dikategorikan sebagai struktur pintar yang dapat beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan berdasarkan sifat aktuasi dan penginderaan material tersebut.
Walaupun jenis material swapulih yang paling umum merupakan kategori polimer atau elastomer, sifat swapulih mencakup seluruh kategori material, yaitu logam, keramik, dan material bersemen. Mekanisme pemulihan bervariasi, mulai dari perbaikan intrinsik hingga penambahan agen perbaikan dalam pembuluh mikroskopis. Untuk material yang secara ketat terdefinisi sebagai material swapulih otonom, terdapat sifat penting bahwa proses pemulihan terjadi tanpa intervensi manusia. Sementara itu, terdapat polimer swapulih yang teraktivasi sebagai respons dari stimulus eksternal (cahaya, perubahan temperatur, dll.) untuk memulai proses pemulihan.
Material yang dapat memperbaiki kerusakan akibat penggunaan normal secara intrinsik dapat mencegah biaya yang diakibatkan oleh kegagalan material, menurunkan biaya berbagai proses industri melalui masa hidup yang lebih panjang, dan mereduksi ketakefektifan akibat degradasi seiring waktu.
Sejarah
Bangsa Romawi Kuno menggunakan semacam lepa kapur yang diketahui memiliki sifat swapulih. Pada tahun 2014, geolog Marie Jackson dan koleganya membuat ulang jenis lepa yang digunakan pada Pasar Trajanus dan struktur Romawi lainnya, seperti Pantheon dan Koloseum, serta mempelajari respons material tersebut terhadap keretakan. Bangsa Romawi mencampurkan jenis abu vulkanik tertentu yang disebut tras rosse, berasal dari Perbukitan Alban, dengan kapur tohor dan air. Mereka menggunakan campuran tersebut untuk melekatkan bongkahan batu putih, agregat dari batuan vulkanik, yang berukuran sekitar satu desimeter. Sebagai hasil aktivitas tras dalam pemulihan material, kapur berinteraksi dengan senyawa lain di dalam campuran dan terganti dengan kristal mineral kalsium aluminosilikat yang disebut stratlingit. Kristal stratlingit yang berbentuk lempengan tumbuh di dalam matriks semen, termasuk pada zona antarmuka tempat retakan cenderung terbentuk. Berlangsungnya pembentukan kristal ini menyatukan lepa dan agregat kasar, melawan pembentukan retak, dan menghasilkan material yang bertahan hingga 1.900 tahun.
Ilmu material
Material swapulih baru muncul sebagai bidang studi yang dikenal secara luas pada abad ke-21. Konferensi internasional bertopik material swapulih pertama diadakan pada tahun 2007. Bidang studi material swapulih berkaitan dengan material biomimetika seperti permukaan dan material baru dengan kemampuan swaorganisasi yang dilekatkan, di antaranya material swalumas dan swabersih.
Biomimetika
Tumbuhan dan hewan memiliki kemampuan untuk merapatkan dan menyembuhkan luka. Pada tumbuhan, kemampuan swarapat mencegah tumbuhan mengalami desikasi dan infeksi oleh kuman patogenik. Perapatan luka memberikan waktu terhadap proses swapulih untuk menutup luka juga sebagian memberikan kontribusi dalam pengembalian sifat mekanis dari organ tumbuhan. Berdasarkan berbagai proses swarapat dan swapulih pada tumbuhan, berbagai prisip fungsional diimplimentasikan pada material swapulih yang terinspirasi oleh proses biologis ini. Tautan yang menghubungkan antara model biologis dan aplikasi teknis adalah proses abstraksi yang menjelaskan prinsip fungsional yang mendasari model biologis dan dapat menjadi model analitis atau model numerik. Dalam kasus yang sebagian besar proses fisika-kimianya melibatkan proses transfer secara khusus memberikan hasil yang menjanjikan.
Pengembangan sistem swapulih pada komposit polimer dilakukan melalui pendekatan perancangan biomimetika ini. Salah satu struktur polimer tersebut pada dasarnya meniru struktur kulit. Struktur ini tersusun dari substrat epoksi mengandung kisi saluran mikro yang memuat disiklopentadiena (DCPD) dan digabungkan dengan katalis Grubbs pada permukaannya. Material ini menunjukkan pemulihan ketangguhan parsial setelah fraktur dan dapat diuji berkali-kali karena kemampuan pemenuhan saluran setelah pemakaian. Proses pemulihan ini tidak berulang selamanya akibat pertumbuhan retak seiring waktu pada polimer di bidang pemulihan sebelumnya.
Busa pelapis dari struktur pneumatik juga dikembangkan melalui biomimetika yang terinspirasi oleh proses swarapat cepat pada tumbuhan merambat Aristolochia macrophylla dan spesies yang berkaitan lainnya. Dengan berat dan ketebalan lapisan busa yang rendah, efisiensi pemulihan maksimum dapat dicapai sebesar 99,9% dan bahkan lebih. Model lainnya adalah bantalan lateks tumbuhan seperti pada beringin (Ficus benjamina), pohon para (Hevea brasiliensis), dan Euphorbia spp. yang melibatkan koagulasi lateks dalam merapatkan lesi. Strategi swarapat berbeda pada material elastomerik dikembangkan dan menunjukkan pemulihan mekanis yang signifikan setelah memiliki lesi makroskopis.
Polimer dan elastomer swapulih
Pada abad ini, polimer menjadi material dasar dari produk di dalam kehidupan sehari-hari seperti plastik, karet, film, serat, atau cat. Permintaan yang sangat besar ini memaksa untuk meningkatkan reliabilitas dan masa pakai, serta merancang suatu kelas material polimerik baru yang dapat memulihkan fungsionalitas material setelah mengalami kerusakan atau kelelahan. Material polimer ini dapat dibagi menjadi dua kelompok berbeda berdasarkan pendekatan mekanisme swapulih, yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
Polimer swapulih otonom mengikuti proses tiga tahap yang sangat mirip dengan respons biologis. Pada saat terjadinya kerusakan, respons pertama adalah aktuasi atau pemicuan yang terjadi hampir seketika setelah kerusakan bertahan. Respons selanjutnya adalah mentranspor material ke wilayah terdampak yang juga berlangsung sangat cepat. Respons terakhir adalah proses perbaikan kimiawi. Proses ini beragam bergantung pada mekanisme pemulihan yang tersedia (seperti polimerisasi, pengaitan, dan pertautan silang terbalikkan). Material ini juga dapat diklasifikasikan menurut tiga mekanisme pemulihan (berbasis kapsul, berbasis vaskular, dan intrinsik) yang dapat dihubungkan secara kronologis melalui empat generasi. Walaupun memiliki kemiripan pada beberapa hal, mekanisme ini berbeda pada respons yang tersembunyi atau tercegah hingga kerusakan aktual bertahan.
Pemecahan polimer
Dari perspektif molekul, polimer tradisional mengalami leleh akibat tegangan mekanis melalui pembelahan ikatan sigma. Sementara polimer lebih baru dapat mengalami leleh dengan cara berbeda, polimer tradisional pada biasanya mengalami leleh melalui pembelahan ikatan homolitik atau heterolitik. Faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana suatu polimer mengalami leleh adalah jenis tegangan, sifat kimiawi yang melekat pada polimer, tingkat dan jenis solvasi, dan temperatur. Dari perspektif makromolekul, tegangan menyebabkan kerusakan pada tingkat molekul dan mengarah pada kerusakan skala yang lebih besar disebut retakan mikro. Retakan mikro terbentuk ketika kedekatan rantai polimer yang bersebelahan mengalami kerusakan, menyebabkan pelemahan serat secara keseluruhan.
Pembelahan ikatan homolitik
Polimer telah teramati memiliki proses pembelahan ikatan homolitik melalui penggunaan pengangkut radikal bebas seperti DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrasil) dan PMNB (pentametilnitrosobenzena). Ketika ikatan terbelah secara homolitik, dua spesies radikal terbentuk yang dapat bergabung ulang untuk memperbaiki kerusakan atau menginisiasi pembelahan homolitik lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut.
Pembelahan ikatan heterolitik
Polimer juga telah teramati memiliki proses pembelahan ikatan heterolitik melalui eksperimen pelabelan isotop. Ketika ikatan terbelah secara heterolitik, spesies kation dan anion terbentuk yang dapat bergabung ulang untuk memperbaiki kerusakan, mengalami pendinginan cepat oleh pelarut, atau dapat bereaksi secara destruktif dengan polimer terdekat.
Pembelahan ikatan terbalikkan
Beberapa polimer secara tak normal mengalami leleh terbalikkan akibat tegangan mekanis. Polimer berbasis reaksi Diels-Alder memiliki proses sikloadisi terbalikkan dengan tegangan mekanis membelah dua ikatan sigma pada reaksi retro Diels-Alder. Tegangan ini menghasilkan tambahan elektron ikatan pi yang berlawanan dengan pembentukan radikal bebas atau gugus bermuatan.
Pemecahan supramolekul
Polimer supramolekul tersusun atas monomer yang berikatan secara non kovalen. Ikatan yang umum terjadi di antaranya ikatan hidrogen,koordinasi logam, dan gaya van der Waals. Tegangan mekanis pada polimer supramolekul menyebabkan disrupsi ikatan non kovalen tertentu, mengarah pada pemisahan monomer dan pemecahan polimer.
Pranala luar
- Media terkait Self-healing material di Wikimedia Commons