Продолжая использовать сайт, вы даете свое согласие на работу с этими файлами.
Perilaku seksual berisiko
Perilaku seksual berisiko adalah kegiatan seksual yang akan meningkatkan peluang seseorang yang melakukannya terkena atau menularkan penyakit menular seksual (PMS) atau menyebabkan kehamilan. Perilaku seksual berisiko dapat berarti dua hal yaitu perilaku itu sendiri atau deskripsi perilaku dari pasangan. Perilaku tersebut dapat berupa hubungan seks melalui vagina, oral, atau anal. Pasangan yang dilibatkan dapat merupakan pasangan noneksklusif, positif HIV, atau pengguna narkoba suntikan. Penggunaan narkoba itu sendiri juga memiliki kaitan dengan perilaku seksual berisiko.
Deskripsi
Beberapa perilaku seksual berisiko di antaranya adalah:
- Seks tanpa menggunakan tanpa pengaman (seperti kondom)
- Kontak antara mulut dan kelamin tanpa pengaman
- Memulai aktivitas seksual pada usia muda
- Bergonta-ganti pasangan seks
- Seks anal tanpa pengaman
- Berhubungan seks dengan pasangan yang pernah menggunakan narkoba suntik
- Terlibat dalam pekerjaan seks
- Memiliki pasangan yang melakukan perilaku seksual berisiko
Perilaku lainnya seperti penggunaan kondom yang tidak konsisten, penggunaan alkohol, penyalahgunaan narkoba, depresi, kurangnya dukungan sosial, status narapidana, tinggal bersama pasangan, serta pernah menjadi korban pelecehan seksual juga memiliki kaitan terhadap perilaku seksual berisiko. Akan tetapi, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor tersebut memiliki hubungan sebab akibat dengan perilaku seksual berisiko atau tidak. Selain itu, perilaku lainnya seperti penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang sangat meningkatkan risiko terhadap penyakit lain seperti gonorea, klamidia, trikomoniasis, hepatitis B, dan HIV/AIDS. Trauma dari seks anal juga telah diidentifikasi sebagai perilaku seksual berisiko. Remaja dapat memiliki kehidupan seks yang aktif namun tanpa disertai pengetahuan yang cukup mengenai pencegahan penularan PMS atau kehamilan. Perilaku seksual berisiko juga dapat memunculkan risiko penyakit lain selain PMS seperti kanker serviks, kehamilan ektopik, hingga infertilitas.
Dimensi psikologis
Perilaku seksual berisiko memiliki dimensi psikologis. Perilaku seksual pranikah, yang memiliki 18 (delapan belas) tingkat, pada remaja perkotaan disumbangkan oleh faktor psikologis berupa kadar psikopati dalam diri seseorang dan nilai-nilai seksual yang dianut. Semakin tinggi kadar psikopati, nilai seksual hedonistik, dan nilai seksual relativistik dari seseorang, semakin tinggi tingkat perilaku seksual pranikah yang pernah dilakukannya.
Pada remaja di sekolah berasrama, ditemukan bahwa perilaku seksual berisiko berhubungan dengan kadar otoritarianisme sayap kanan dari remaja, yakni kecenderungan untuk patuh terhadap otoritas (authoritarian submission), kecenderungan untuk menyerang orang dan kelompok lain yang tidak patuh dengan mengatasnamakan otoritas (authoritarian agression), dan kekolotan atau konservativisme. Semakin tinggi, kadar otoritarianisme tersebut, semakin rendah permisivitas seksual dan obsesi seksualnya. Hasil riset ini perlu dimaknai dengan hati-hati karena meskipun otoritarianisme sayap kanan tampak mampu membendung perilaku seksual berisiko, namun sebagaimana dinyatakan dalam artikel riset ini, otoritarianisme ini juga membangkitkan mekanisme pertahanan diri yang kurang sehat; oleh karenanya, studi-studi lanjutan dibutuhkan.
Perilaku seksual siber (cybersex) pada remaja ditemukan dapat diprediksikan oleh hasrat seksual (sexual desire) dan orientasi nilai budaya jangka panjang (long-term orientation) dari remaja tersebut. Semakin tinggi hasrat seksual, semakin mungkin perilaku seksual siber dilakukan. Semakin tinggi orientasi jangka panjang, semakin kurang mungkin perilaku seksual siber dilakukan.
Hasil-hasil penelitian tentang dimensi psikologis dari perilaku seksual berisiko memberikan perspektif berbasis bukti mengenai sebab dan proses terjadinya perilaku tersebut, dan karenanya dapat digunakan untuk menyusun asesmen dan intervensi yang tepat secara psiko-edukatif.
Intervensi
Pengurangan risiko kesehatan seksual dapat mencakup latihan motivasi, berbicara dengan tegas mengenai seks, serta pendidikan dan intervensi mengenai seks dan kesehatan reproduksi. Konseling dapat diterapkan bagi orang dengan kesehatan mental yang buruk untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, seta perilaku dalam berhubungan seks yang dapat berpengaruh terhadap pengurangan perilaku seksual berisiko.