Мы используем файлы cookie.
Продолжая использовать сайт, вы даете свое согласие на работу с этими файлами.

Psilosibin

Подписчиков: 0, рейтинг: 0
Struktur kimia Psilocybin

Psilosibin adalah senyawa bakal obat psikedelik alami yang diproduksi oleh lebih dari 200 spesies jamur. Produsen paling poten untuk senyawa ini adalah anggota dari genus Psilocybe, seperti P. azurescens, P. semilanceata, dan P. cyanescens tetapi psilosibin juga dapat diisolasi dari sekitar selusin genera lain. Sebagai suatu prodrug (bakal obat), psilosibin dengan cepat diubah oleh tubuh menjadi psilosin, yang memiliki efek memengaruhi mental mirip dengan LSD, meskalin, dan DMT. Secara umum, psilosobin menghasilkan efek antara lain euforia, halusinasi visual dan mental, perubahan persepsi, persepsi waktu yang terdistorsi, dan pengalaman spiritual selain efek samping seperti mual dan serangan panik.

Ilustrasi pada mural dan lukisan batu pra-aksara, yang ditemukan di Spanyol dan Algeria, menunjukkan bahwa manusia sudah lama menggunakan jamur penghasil psilosibin. Di Mesoamerika, jamur-jamur sihir tersebut sudah lama dikonsumsi dalam upacara spiritual dan peramalan sebelum pencatat sejarah bangsa Spanyol mulai mendokumentasikan penggunaannya pada abad ke-16. Pada tahun 1959, kimiawan Swiss Albert Hofmann mengisolasi psilosibin awal yang aktif dari jamur Psilocybe mexicana. Atasan Hoffman, Sandoz, memasarkan psilosibin murni kepada dokter dan psikiater seluruh dunia sebagai bahan psikoterapi psikedelik. Pada akhir 1960-an, aturan hukum tentang obat semakin membatasi penelitian ilmiah tentang efek psilosibin dan halusinogen lain tetapi popularitasnya sebagai enteogen, bahan yang meningkatkan spiritualitas, bertambah pada dekade berikutnya karena meluasnya informasi tentang pembudidayaan jamur psilosibin.

Intensitas dan durasi efek psilosibin beragam, bergantung pada spesies atau kultivar jamur, dosis, faal individu, dan keadaan mental serta lingkungan fisik maupun sosial pengguna, sebagaimana ditunjukkan oleh sejumlah percobaan yang dipimpin oleh Timothy Leary di Universitas Harvard pada awal 1960-an. Setelah ditelan, psilosibin dengan cepat dimetabolisme menjadi psilosin yang memicu aksi pada reseptor serotonin di otak. Efek memengaruhi mental biasanya berlangsung selama 2-6 jam walau pengguna merasa durasi efek jauh lebih lama karena perubahan persepsi waktu. Kepemilikan atas jamur yang mengandung psilosibin dianggap sebagai tindak kriminal di banyak negara dan psilosibin termasuk dalam kategori obat terlarang dalam banyak aturan hukum tentang obat pada tingkat nasional berbagai negara.

Efek pengalaman mistis

Jamur psilosibin (biasa juga disebut jamur sihir) telah dan masih digunakan dalam berbagai budaya asli di Dunia Baru (Benua-Benua Amerika) baik pada latar keagamaan, peramalan, atau kerohanian. Karena arti kata entheogen ("dewa dalam diri"), jamur sihir dihargai sebagai sakramen kerohanian kuat yang membuka akses ke dunia roh. Jamur ini biasa digunakan dalam komunitas dengan kelompok kecil sebagai perekat kohesi kelompok dan reafirmasi nilai tradisional.Terence McKenna mencatat praktik penggunaan jamur psilosibin di seluruh dunia sebagai etos budaya yang menghubungkan dirinya dengan Bumi dan misteri alam. McKenna berpendapat bahwa jamur ini memperbesar kesadaran diri dan rasa dekat dengan "Yang Lebih Tinggi"—dalam kata lain, pemahaman yang lebih dalam akan terhubungnya manusia dengan alam.

Obat psikedelik dapat menyebabkan terjadinya keadaan kesadaran yang kemudian meninggalkan makna personal dan kerohanian jangka panjang bagi individu yang religius atau condong kepada hal kerohanian; keadaan ini disebut sebagai pengalaman mistis. Sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa banyak sifat pengalaman mistis akibat penggunaan obat tidak dapat dibedakan dari pengalaman mistis yang diperoleh melalui cara yang tidak mengandalkan obat, seperti meditasi atau olah napas holotropik. Pada 1960-an Walter Pahnke dan kawan-kawan mengevaluasi pengalaman mistis (yang mereka sebut "kesadaran mistis") secara sistematis dengan membuat kategori ciri umum. Kategori ini, menurut Pahnke, "mendeskripsikan inti pengalaman psikologis yang universal, bebas dari interpretasi teologi atau filsafat yang tergantung pada budaya", dan membantu peneliti menilai pengalaman mistis dalam skala numerik kualitatif.

Pada Percobaan Marsh Chapel tahun 1962, yang diadakan oleh Pahnke di Harvard Divinity School di bawah pengawasan Timothy Leary, hampir semua sukarelawan mahasiswa seminari untuk gelar master yang diberi psilosibin melaporkan pengalaman religius yang dalam. Salah satu partisipan percobaan yakni cendekiawan keagamaan Huston Smith, penulis sejumlah buku cetak tentang perbandingan agama; ia kemudian menggambarkan pengalamannya sebagai "peristiwa kembali ke rumah kosmik paling kuat yang pernah saya alami." Pada penindaklanjutan percobaan setelah 25 tahun, semua subjek penelitian yang diberi psilosibin menggambarkan bahwa mereka mengalami unsur "mistis sesungguhnya dan mendefinisikannya sebagai salah satu titik puncak kehidupan spiritual mereka". Peneliti psikedelik Rick Doblin menganggap penelitian tersebut memiliki bagian yang cacat karena implementasi prosedur double-blind yang tidak benar dan sejumlah pertanyaan tidak presisi pada kuesioner tentang pengalaman mistis. Namun, ia mengatakan bahwa penelitian ini memunculkan "keraguan yang signifikan atas pernyataan bahwa pengalaman mistis dengan katalis obat bersifat inferior dibandingkan pengalaman mistis tanpa obat dalam hal baik isinya secara langsung maupun efek jangka panjangnya". Sentimen ini diulangi kembali oleh psikiater William A. Richards, yang pada tinjauan 2007 menyatakan "penggunaan jamur [psikedelik] dapat menjadi salah satu teknologi yang mendorong terjadinya pengalaman kewahyuan [penyingkapan] yang sekurang-kurangnya serupa dengan pengalaman yang terjadi melalui apa yang disebut sebagai perubahan kimiawi otak secara spontan."

Kelompok peneliti dari Johns Hopkins University School of Medicine yang dipimpin oleh Griffiths mengadakan studi untuk menilai efek psikologis jangka pendek dan panjang pengalaman penggunaan psilosibin. Mereka menggunakan kuesioner tentang pengalaman mistis dan prosedur double-blind yang ketat dalam versi yang telah dimodifikasi. Bersangkutan dengan kemiripan penelitiannya dengan studi oleh Leary, Griffith menjelaskan perbedaan keduanya: "Kami mengadakan penelitian sistematis yang ketat menggunakan psilosibin di bawah kondisi yang dimonitor secara saksama, alur yang Dr. Leary abaikan pada awal 1960-an." Penelitian tersebut didanai oleh Institut Penyalahgunaan Obat Nasional Amerika Serikat (National Institute on Drug Abuse, NIDA), terbit pada 2006, dan disanjung oleh para pakar karena kekuatan desain percobaannya. Pada penelitian tersebut, 36 sukarelawan yang belum pernah menggunakan halusinogen diberikan psilosobin dan metilfenidat (Ritalin) pada sesi yang berbeda; sesi metilfenidat berfungsi sebagai kontrol dan plasebo psikoaktif. Tingkat pengalaman mistis diukur dengan kuesioner yang dibuat oleh Ralph W. Hood; 61% subjek melaporkan "pengalaman mistis total" setelah mendapatkan sesi psilosibin sementara hanya 13% melaporkan hasil serupa setelah mendapatkan sesi metilfenidat. Dua bulan setelah diberi psilosibin, 79% partisipan melaporkan peningkatan kepuasan hidup dan rasa sejahtera yang sedang hingga besar. Sekitar 36% partisipan juga mengalami "pengalaman rasa takut" atau disforia yang kuat hingga ekstrem pada sesi psilosibin, hal ini tidak dilaporkan oleh satupun partisipan pada sesi metilfenidat; sekitar sepertiga dari mereka yang melaporkan disforia (13%) memberitahu bahwa rasa takut ini mendominasi seluruh sesi. Efek negatif ini dilaporkan dapat dengan mudah ditangani oleh peneliti dan tidak memberikan efek negatif jangka panjang pada rasa sejahtera subjek.

Studi lanjutan yang diadakan 14 bulan setelah sesi psilosibin awal mengonfirmasi bahwa partisipan secara lanjut memaknai pengalaman tersebut secara personal dan mendalam. Hampir sepertiga subjek melaporkan bahwa pengalaman tersebut adalah satu-satunya peristiwa paling berarti atau signifikan secara spiritual dalam hidup mereka; lebih dari dua per tiga subjek melaporkan peristiwa tersebut termasuk dalam lima peristiwa paling signifikan secara spiritual dalam hidup mereka. Sekitar dua per tiga subjek mengindikasikan bahwa pengalaman tersebut meningkatkan rasa sejahtera atau kepuasan hidup. Bahkan setelah 14 bulan, mereka yang melaporkan pengalaman mistis mendapatkan nilai dengan rerata 4% lebih tinggi pada personality trait keterbukaan kepada pengalaman; biasanya personality trait bersifat stabil sepanjang umur orang dewasa. Hal yang serupa terjadi pada penelitian (2010) dengan kuesioner berbasis internet yang dirancang untuk meneliti persepsi pengguna terhadap manfaat dan bahaya penggunaan obat halusinogen: 60% dari 503 pengguna psilosibin melaporkan bahwa penggunaan psilosibin memiliki pengaruh positif jangka panjang pada rasa sejahtera.

Walau banyak penelitian pada abad ke-21 menyimpulkan bahwa psilosibin dapat menyebabkan pengalaman mistis dengan arti personal dan berpengaruh secara spiritual, tidak semua anggota komunitas kesehatan setuju. Paul R. McHugh, mantan direktur Departemen Psikiatri dan Ilmu Perilaku Johns Hopkins, menanggapi dalam tinjauan buku: "Fakta yang tidak disebutkan dalam The Harvard Psychedelic Club ialah bahwa LSD, psilosibin, meskalin, dan bahan serupa tidak menghasilkan "kesadaran yang lebih tinggi" melainkan sebuah "kesadaran yang lebih rendah" tertentu yang dengan baik dikenal oleh para psikiater dan ahli saraf—yaitu, "delirium toksik"." Menanggapi penolakan McHugh terhadap pandangan bahwa pengalaman mistis menghasilkan pandangan baru, Michael Pollan merujuk kepada Roland Griffiths, peneliti dari Johns Hopkins dan penulis banyak penelitian yang mendapati bahwa banyak partisipan sesungguhnya mengalami hal yang memberikan arti personal yang besar dan berkelanjutan yang menghasilkan perubahan positif berkelanjutan dalam fungsi psikologis. Menurut Pollan, Griffiths mengakui bahwa mereka yang menggunakan psilosibin dapat mengalami psikosis sementara tetapi merincikan bahwa pasien yang McHugh gambarkan kemungkinan tidak melaporkan pengalaman mereka bertahun-tahun kemudian dengan ujaran "Waw, itu pengalaman paling hebat dan berarti dalam hidupku." Respons demikian dalam kata lain ialah bahwa menyamakan pengalaman karena psilosibin menghasilkan pandangan menakjubkan secara otomatis dengan pengalaman pasien psikiatrik yang serupa secara dangkal (delirium toksik semata) adalah tidak pantas karena hanya "pandangan baru" yang didapatkan dari pengalaman dengan psilosibin yang dilaporkan sering menghasilkan perubahan berkelanjutan dan bermanfaat yang besar dalam hidup seseorang.

Bentuk sediaan

Walau psilosibin dapat dibuat secara sintetik, bahan yang digunakan di luar penelitian biasanya tidak demikian. Psilosibin terkandung dalam spesies jamur tertentu dan dapat dikonsumsi dengan berbagai cara: dengan konsumsi langsung bagian buah segar atau kering, dengan bentuk teh herbal, atau dengan mencampurkannya ke makanan lain untuk menutup rasa pahit. Pada kasus yang jarang, ekstrak jamur disuntikkan langsung secara intravena.

Efek merugikan

Sebagian besar kejadian penggunaan jamur psikedelik fatal, yang relatif sedikit, yang dilaporkan dalam pustaka melibatkan penggunaan obat lain secara bersamaan, terutama alkohol. Kebanyakan penyebab kebutuhan penanganan medis atas penggunaan jamur psikedelik mungkin termasuk disforia atau reaksi panik, yang memengaruhi individu yang menjadi cemas, bingung, gelisah, atau terdisorientasi secara ekstrem. Kecelakaan, kegiatan menyakiti diri, atau percobaan bunuh diri dapat terjadi pada kasus serius episode psikosis akut. Walau tidak ada penelitian yang menemukan hubungan antara psilosibin dan kecacatan lahir, perempuan hamil dianjurkan agar menghindari penggunaan psilosibin.

Toksisitas

Data toksisitas psilosibin tidak banyak ditemui tetapi pada 2010-an kejadian overdosis jamur psilosibin semakin banyak tercatat. Sebuah analisis jamur, yang digunakan oleh mereka yang harus ditangani oleh tenaga kesehatan karena keracunan psilosibin, menemukan kadar fenetilamina (phenethylamine, PEA) yang tinggi. Hal yang sama ditemukan pada urin mereka yang menggunakan jamur psilosibin. Maka dari itu, terdapat hipotesis bahwa PEA dapat meningkatkan intensitas efek keracunan psilosibin.

Median dosis letal (LD50) pada tikus jika psilosibin diberikan secara oral (ditelan) adalah 280 miligram per kilogram (mg/kg), sekitar 1,5 kali lipat LD50kafein. Jika psilosibin diberikan secara intravena kepada kelinci, LD50 mendekati 12,5 mg/kg. Jamur Psilocybe cubensis mengandung psilosibin sebanyak sekitar 1% menurut bobot sehingga sekitar 1,7 kg jamur kering, atau 17 kg jamur segar, menyebabkan manusia dengan berat badan 60 kg mengalami hal yang sama seperti tikus yang memiliki LD50 psilosibin sebanyak 280 mg/kg. Berdasarkan penelitian pada hewan, dosis letal (mematikan) psilosibin diperhitungkan menurut ekstrapolasi berjumlah 6 gram, 1000 kali lebih besar daripada dosis efektif 6 mg.Pendaftaran Efek Toksik Bahan Kimia menetapkan bahwa psilosibin memiliki indeks terapi yang relatif tinggi, yaitu 641 (semakin tinggi nilai indeks terapi maka profil keamanannya semakin baik); sebagai perbandingan, indeks terapi aspirin adalah 199 sedangkan nikotin adalah 21. Dosis letal psilosibin pada penggunaan sebagai medikasi atau bahan rekreasi tunggal belum pernah terdokumentasi—hingga 2011, hanya ada dua laporan resmi atas kasus overdosis jamur halusinogen (tanpa penggunaan bahan lain) pada pustaka ilmiah dan mungkin kasus-kasus tersebut melibatkan faktor lain di samping psilosibin.

Psikiatri

Serangan panik dapat terjadi karena konsumsi jamur yang mengandung psilosibin, terutama jika jamur tertelan secara tidak disengaja atau tidak terduga. Reaksi tersebut bercirikan perilaku kekerasan, pemikiran ingin bunuh diri, psikosis seperti pada skizofrenia, dan kejang sesuai berbagai pustaka ilmiah. Sebuah survei diadakan di Inggris pada tahun 2005; penelitian tersebut menemukan bahwa hampir seperempat dari mereka yang pernah menggunakan psilosibin dalam jangka waktu satu tahun mengalami serangan panik. Efek merugikan lain yang tidak begitu banyak dilaporkan antara lain paranoia, kebingungan, derealisasi (hilangnya koneksi dengan kenyataan) jangka panjang, dan mania. Penggunaan psilosibin dapat memicu episode gangguan depersonalisasi secara sementara. Penggunaannya oleh mereka yang mengidap skizofrenia dapat memicu episode psikosis akut yang membutuhkan penanganan medis.

Kemiripan gejala yang dipicu oleh psilosibin dengan gejala pada skizofrenia menjadikan senyawa ini sebagai alat penelitian dalam studi perilaku dan pencitraan saraf pada gangguan psikosis skizofrenia. Pada kedua kasus, gejala psikosis dianggap muncul karena "pembatasan yang kurang terhadap informasi kognitif dan indra" dalam otak yang pada akhirnya memicu "fragmentasi kognitif dan psikosis".Flashback (berulangnya pengalaman sebelumnya dengan psilosibin secara spontan) dapat terjadi lama setelah penggunaan jamur psilosibin. Hallucinogen persisting perception disorder (HPPD) bercirikan adanya gangguan visual berkelanjutan yang mirip dengan gangguan yang muncul karena bahan psikedelik. Flashback maupun HPPD secara umum berhubungan dengan penggunaan psilosibin.

Alkoholisme

psilocybin, menurut sebuah studi tahun 2022 yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association Psychiatry, memiliki kemampuan untuk membendung penggunaan alkohol yang berlebihaang berlebihan.

Toleransi dan ketergantungan

Toleransi terhadap psilosibin muncul dan menghilang dengan cepat; konsumsi psilosibin lebih dari satu kali sepekan dapat membuat hilangnya efek psilosibin. Toleransi menghilang setelah beberapa hari sehingga pemberiannya dapat dilakukan dengan jeda beberapa hari agar efek terhindarkan.Toleransi silang dapat terjadi antara psilosibin dan LSD dengan ciri farmakologi yang mirip serta antara psilosibin dan fenetilamina seperti meskalin dan DOM.

Penggunaan berulang psilosibin tidak menyebabkan ketergantungan fisik. Penelitian pada 2008 menyimpulkan bahwa, berdasarkan data Amerika Serikat pada 2000-2002, onset remaja (usia 11-17 tahun) dalam menggunakan obat halusinogen (termasuk psilosibin) tidak meningkatkan risiko ketergantungan obat pada masa dewasa. Hal ini diterangkan dalam perbandingan dengan penggunaan remaja atas ganja, kokain, inhalansia, obat penenang, dan stimulan, yang semuanya berhubungan dengan "risiko besar mengalami gejala klinis ketergantungan obat di kemudian hari". Penelitian di Belanda pada tahun 2010 memeringkatkan bahaya relatif jamur psilosibin dibandingkan dengan 19 obat rekreasi, antara lain alkohol (minuman keras), ganja, kokain, ekstasi, heroin, dan tembakau (bahan rokok). Dalam studi tersebut, jamur psilosibin menempati peringkat obat ilegal dengan bahaya paling rendah, menguatkan kesimpulan yang telah dibuat oleh kelompok pakar dari Inggris.

Farmakologi

Farmakodinamik

Psilosibin dengan cepat mengalami defosforilasi dalam tubuh menjadi psilosin, yang merupakan agonis sejumlah reseptor serotonin, yang juga dikenal sebagai reseptor 5-hidroksitriptamin (5-HT). Pada tikus, psilosin memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor 5-HT2A dan afinitas yang rendah terhadap reseptor 5-HT1, termasuk reseptor 5-HT1A dan 5-HT1D; efek psilosin juga dimediasi oleh reseptor 5-HT2C. Efek psikotomimetik (serupa psikosis) karena psilosin dapat dihentikan dengan mekanisme bergantung-dosis oleh ketanserin, obat antagonis 5-HT2A. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa interaksi psilosin dengan reseptor non-5-HT2 juga berperan dalam efek obat secara subjektif dan dalam hal perilaku. Contohnya, psilosin secara tidak langsung meningkatkan kadar neurotransmiter dopamin di basal ganglia dan sebagian gejala psikotomimetik karena psilosin dapat dikurangi oleh haloperidol, antagonis reseptor dopamin nonselektif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat peran dopaminergik tidak langsung dalam munculnya efek psikotomimetik karena psilosin. Psilosibin dan psilosin tidak memiliki afinitas terhadap reseptor D2 dopamin, tidak seperti agonis reseptor 5-HT lain, yaitu LSD. Psilosin berperan sebagai antagonis reseptor H1 dengan afinitas sedang sementara LSD memiliki afinitas lebih rendah. Reseptor serotonin terdapat di banyak bagian otak, antara lain korteks otak besar, dan berperan dalam banyak fungsi, antara lain regulasi suasana hati, motivasi, suhu tubuh, nafsu makan, dan libido. Psilosibin juga menginduksi perubahan glutamat tergantung-region yang dapat menyebabkan pengalaman subjektif disolusi-ego.

Farmakokinetik

Efek obat mulai terjadi pada 10–40 menit setelah psilosibin masuk ke saluran cerna; efek berlangsung selama 2–6 jam tergantung dosis psilosibin, spesies jamur, dan metabolisme individu.Waktu paruh psilosibin yakni 163 ± 64 menit jika dikonsumsi secara oral (lewat saluran cerna) atau 74.1 ± 19.6 menit jika disuntikkan secara intravena.

Psilosibin dimetabolisme terutama di hati. Dengan dikonversinya psilosibin menjadi psilosin, bahan ini mengalami efek first-pass sehingga kadarnya berkurang sangat banyak sebelum sampai ke sirkulasi sistemik. Psilosin dipecah oleh enzim monoamine oxidase (MAO) menghasilkan sejumlah metabolit yang dapat beredar dalam plasma darah, antara lain 4-hidroksiindol-3-asetaldehida, 4-hidroksitriptofol, dan asam 4-hidroksiindol-3-asetat. Sebagian psilosin tidak dipecah oleh enzim, mereka kemudian diubah menjadi glukuronida; mekanisme biokimia ini digunakan oleh hewan untuk mengeliminasi zat beracun melalui pengikatannya dengan asam glukuronat dan ekskresi melalui urine. Psilosin mengalami glukuronasi dengan enzim glukuronosiltransferase UGT1A9 di hati dan dengan UGT1A10 di usus halus. Berdasarkan penelitian pada hewan, sejumlah 50% psilosibin yang tertelan diabsorbsi melalui lambung dan usus halus. Dalam waktu 24 jam, sekitar 65% psilosibin yang terabsorbsi diekskresi melalui urine dan 15-20% sisanya diekskresi melalui empedu dan tinja. Walaupun sebagian besar sisa obat dieliminasi dengan cara demikian dalam waktu 8 jam, psilosibin masih terdeteksi dalam urine setelah 7 hari. Uji klinis menunjukkan bahwa kadar psilosin dalam plasma darah orang dewasa berjumlah rata-rata 8 µg/liter dalam waktu 2 jam setelah masuknya dosis tunggal oral 15 mg psilosibin; efek psikologis terjadi jika kadar psilosin dalam plasma berjumlah 4–6 µg/liter. Psilosibin bersifat 100 kali kurang poten daripada LSD menurut perbandingan bobot per bobot, efek psikologisnya juga berlangsung separuh waktu dari LSD.

Inhibitor MAO diketahui memperpanjang dan memperbesar efek dimetiltriptamin (DMT), sebuah penelitian menunjukkan bahwa efek psilosibin serupa karena sifat strukturnya yang analog terhadap DMT. Konsumsi alkohol (minuman keras) dapat memperbesar efek psilosibin karena asetaldehida, salah satu metabolit utama dari alkohol, bereaksi dengan amina biogenik yang ada dalam tubuh, menghasilkan inhibitor MAO yang mirip dengan tetrahidroisokuinolin dan β-karbolin. Pengisap rokok juga dapat mengalami efek psilosibin yang lebih besar karena paparan asap tembakau mengurangi aktivitas MAO dalam otak dan saraf tepi.

Sifat kimia dan biosintesis

Psilosibin (O-fosforil-4-hidroksi-N,N-dimetiltriptamin, 4-PO-Psilosin, atau 4-PO-HO-DMT) adalah prodrug (bakal obat) yang berubah menjadi psilosin—senyawa yang aktif secara farmakologis—melalui reaksi defosforilasi. Reaksi kimia ini terjadi dalam kondisi asam kuat di laboratorium atau dalam tubuh makhluk hidup dengan adanya enzim fosfatase.

Psilosibin termasuk senyawa triptamin dengan struktur kimia cincin indol yang terikat dengan substituen etilamina. Senyawa ini dapat diturunkan dari asam amino triptofan dan memiliki struktur yang mirip dengan neurotransmiter serotonin. Psilosibin adalah anggota golongan senyawa turunan triptofan yang mulanya berfungsi sebagai antioksidan pada makhluk hidup sederhana dan akhirnya berperan dalam fungsi yang rumit pada makhluk hidup multiseluler seperti manusia. Senyawa psikedelik lain yang memiliki cincin indol yaitu dimetiltriptamin (DMT) yang ditemukan terkandung pada banyak spesies tanaman dan dalam jumlah sangat sedikit terkandung pada beberapa hewan menyusui serta bufotenin yang ditemukan pada kulit katak psikoaktif.

Psilosibin termasuk senyawa alkaloid yang larut dalam air, metanol, dan pelarut air-etanol tetapi tidak larut dalam pelarut organik seperti kloroform dan petroleum eter. Nilai pKa psilosibin diperkirakan 1,3 serta 6,5 untuk gugus-gugus OH fosfat dan 10,4 untuk gugus dietilamina sehingga psilosibin termasuk struktrur zwitter-ion secara keseluruhan. Paparan cahaya memengaruhi kestabilan larutan berair psilosibin dan mengakibatkan oksidasi yang cepat—menjadi catatan pertimbangan penggunaannya sebagai standar analisis. Osamu Shirota dan kawan-kawan melaporkan metode sintesis skala besar psilosibin tanpa pemurnian kromatografis pada 2003. Dengan bahan baku 4-hidroksiindol, mereka membuat psilosibin dari psilosin, menghasilkan rendemen 85%, peningkatan rendemen yang besar jika dibandingkan dengan metode sintesis yang telah ada. Psilosibin murni berbentuk serbuk kristalin putih seperti jarum dengan titik leleh antara 220–228 °C dan rasa yang sedikit mirip dengan amonia. Pada 2020, terdapat pengembangan metode baru untuk sintesis psilosibin.

Dalam biosintesis, transformasi biokimia triptofan menjadi psilosibin melibatkan sejumlah reaksi enzim: dekarboksilasi, metilasi N9, hidroksilasi C4, dan fosforilasi O. Percobaan dengan pelabelan isotop pada 1960-an menunjukkan bahwa dekarboksilasi triptofan adalah langkah dimulainya biosintesis sedangkan fosforilasi O adalah langkah terakhir tetapi analisis pada 2010-an dengan isolasi enzim menunjukkan bahwa fosforilasi O adalah langkah ketiga biosintesis pada P. cubensis. Rangkaian langkah intermediat dengan enzim melibatkan 4 enzim yang berbeda (PsiD, PsiH, PsiK, dan PsiM) pada P. cubensis dan P. cyanescens walau jalur biosintesisnya berbeda antarspesies. Enzim-enzim ini diekspresikan dari kode yang termuat dalam klaster gen pada Psilocybe, Panaeolus, dan Gymnopilus. Para peneliti telah melakukan rekayasa genetik Escherichia coli di laboratorium sehingga dapat mengadakan manufaktur psilosibin dalam jumlah besar. Psilosibin dapat diproduksi secara de novo dengan khamir.

Metode analisis

Sejumlah uji kimia sederhana—tersedia secara komersial sebagai perlengkapan uji reagen—dapat digunakan dalam menilai keberadaan psilosibin pada ekstrak yang dibuat dari jamur. Psilosibin bereaksi terhadap uji Marquis dengan menghasilkan warna kuning dan terhadap reagen Mandelin menghasilkan warna hijau. Namun, uji-uji tersebut tidak bereaksi hanya dengan psilosibin saja; misalnya, uji Marquis juga bereaksi dengan banyak golongan obat terlarang seperti senyawa-senyawa dengan gugus amino primer dan cincin benzena yang tidak tersubstitusi, antara lain amfetamin dan metamfetamin.Reagen Ehrlich dan DMACA digunakan sebagai bahan yang disemprotkan setelah kromatografi lapis tipis untuk mendeteksi keberadaan psilosibin. Banyak teknik kimia analisis modern digunakan untuk menentukan jumlah kadar psilosibin dalam sampel jamur. Metode awal yang umum digunakan adalah kromatografi gas tetapi suhu tinggi diperlukan untuk menguapkan sampel psilosibin sebelum analisis sehingga gugus fosforil psilosibin langsung terlepas dan senyawa menjadi psilosin, kedua senyawa sulit dibedakan dalam metode ini. Dalam toksikologi forensik, teknik dengan penggabungan kromatografi gas dan spektrometri massa (gas chromatography-mass spectrometry, GC-MS) adalah metode yang paling luas digunakan karena sensitivitasnya yang tinggi dan kemampuannya dalam memisahkan senyawa-senyawa pada campuran biologis kompleks. Metode kimia analisis yang digunakan dalam pengujian psilosibin termasuk ion mobility spectrometry,elektroforesis kapiler,spektroskopi ultraviolet, dan spektroskopi inframerah.Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) digunakan bersama metode spektrometri massa ultraviolet,fluoresensi,elektrokimia, dan electrospray ionization (ESI).

Beragam metode kromatografi disusun dengan tujuan mendeteksi psilosin pada cairan tubuh: sistem identifikasi obat darurat cepat (rapid emergency drug identification system, REMEDI HS), metode penapisan obat dengan KCKT; KCKT dengan pendeteksian elektrokimia; GC-MS; dan kromatografi cair yang dibarengi spektrometri massa. Walaupun penentuan kadar psilosin dalam urine dapat dilakukan tanpa pengolahan sampel terlebih dahulu (penghilangan kontaminan yang mempersulit penilaian konsentrasi secara akurat), analisis psilosin dalam plasma atau serum darah mengharuskan ekstraksi pendahuluan, diikuti oleh derivatisasi ekstrak untuk GC-MS. Imunoasai khusus juga dibuat untuk mendeteksi psilosin dalam sampel darah utuh. Sebuah artikel yang diterbitkan pada 2009 melaporkan penggunaan KCKT dalam pemisahan cepat obat-obatan ilegal penting dalam kajian forensik, termasuk psilosibin dan psilosin; metode tersebut dapat mengidentifikasi senyawa-senyawa itu dalam hitungan waktu analisis setengah menit. Namun demikian, teknik-teknik analisis pengujian konsentrasi psilosibin dalam cairan tubuh tidak tersedia secara rutin dan tidak biasa digunakan dalam lingkungan klinis.

Kelimpahan alami

Psilosibin terkandung dengan kadar yang beragam pada lebih dari 200 spesies jamur Basidiomycota. Dalam review tahun 2000 tentang persebaran jamur halusinogen seluruh dunia, Gastón Guzmán dan kawan-kawan berpendapat bahwa psilosibin terkandung dalam genus: Psilocybe (116 spesies), Gymnopilus (14 spesies), Panaeolus (13), Copelandia (12), Hypholoma (6), Pluteus (6), Inocybe (6), Conocybe (4), Panaeolina (4), Gerronema (2), dan Galerina (1 spesies). Guzmán memperbanyak perkiraan jumlah anggota Psilocybe yang menghasilkan psilosibin menjadi 144 spesies pada review tahun 2005. Sebagian besar spesies ditemukan di Meksiko (53 spesies), sisanya tersebar di Amerika Serikat dan Kanada (22), Eropa (16), Asia (15), Afrika (4), dan Australia beserta pulau-pulau di sekitarnya (19). Keanekaragaman jamur psilosibin dilaporkan meningkat dengan adanya transfer klaster gen psilosibin secara horizontal antarspesies jamur yang tidak memiliki hubungan kekerabatan genetik. Pada umumnya, spesies yang menghasilkan psilosibin merupakan jamur berlamela, dengan spora gelap, yang tumbuh di padang rumput dan hutan daerah subtropis dan tropis, biasanya pada tanah yang kaya akan humus dan sisa-sisa tumbuhan yang mati. Jamur psilosibin hidup di semua benua dan kebanyakan jamur ditemukan di hutan basah subtropis. Spesies anggota Psilocybe yang biasa ditemukan di daerah tropis termasuk P. cubensis dan P. subcubensis. P. semilanceata—dianggap oleh Guzmán sebagai jamur psilosibin yang memiliki persebaran paling luas—ditemukan di Eropa, Amerika Utara, Asia, Amerika Selatan, Australia, dan Selandia Baru tetapi sama sekali tidak ada di Meksiko. Walaupun keberadaan atau ketiadaan psilosibin tidak digunakan sebagai penanda kelompok taksonomi berdasarkan bahan kimia yang dihasilkan pada tingkat famili atau yang lebih tinggi, psilosibin digunakan untuk mengklasifikasi takson pada kelompok taksonomi yang lebih rendah.

Baik bagian atas buah maupun batang jamur mengandung senyawa-senyawa psikoaktif, bagian atas buah ditemukan memuat mereka dalam jumlah yang lebih banyak secara konsisten. Spora jamur tidak mengandung psilosibin dan tidak pula psilosin.Potensi total jamur sangat beragam jika dibandingkan antarspesies, hal yang sama didapati bahkan untuk antarspesimen yang spesiesnya sama dan dipanen atau dibudidayakan dari jenis galur yang sama. Karena kebanyakan biosintesis psilosibin terjadi di masa awal pembentukan bagian buah atau sclerotium (tempat penyimpanan cadangan bahan metabolisme dan pigmen), jamur yang muda, dan lebih kecil, cenderung mengandung psilosibin dalam kadar yang lebih tinggi daripada jamur dewasa. Pada umumnya, kadar psilosibin dalam jamur beragam (dengan jangkauan bawah 1,5% bobot kering) dan tergantung spesies, galur, kondisi saat tumbuh dan pengeringan, serta ukuran jamur. Jamur hasil budi daya cenderung memiliki kandungan psilosibin yang kurang beragam dibandingkan dengan jamur liar. Senyawa psikoaktif lebih stabil pada jamur kering daripada jamur segar. Potensi jamur kering dapat bertahan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Sementara itu, jamur yang masuk ke penyimpanan dalam keadaan segar hanya mengandung sejumlah kecil psilosibin setelah empat bulan penyimpanan jika dibandingkan dengan saat awal disimpan.


Новое сообщение