Мы используем файлы cookie.
Продолжая использовать сайт, вы даете свое согласие на работу с этими файлами.

Sterilisasi paksa

Подписчиков: 0, рейтинг: 0

Sterilisasi atau pemandulan paksa adalah program atau kebijakan pemerintah yang memaksa orang untuk menjalani sterilisasi. Alasan suatu pemerintah menerapkan kebijakan seperti itu dapat bervariasi. Pada paruh pertama abad ke-20, kebanyakan sterilisasi paksa merupakan bagian dari serangkaian kebijakan eugenika untuk membuat kelompok-kelompok penduduk tertentu, yang dianggap memiliki kecacatan genetik, agar tidak memiliki keturunan.

Alasan lainnya bagi sterilisasi paksa di antaranya adalah penanganan jumlah penduduk, diskriminasi jenis kelamin, "penormalan" seperti pada kasus bagi orang interseks, membatasi penyebaran HIV, serta mengendalikan jumlah etnis tertentu—yang merupakan genosida berdasarkan Statuta Roma. Beberapa negara juga memiliki aturan yang memaksa orang transgender untuk menjalani sterilisasi sebelum dokumen mengenai gendernya dapat diubah. Praktik ini disebut sebagai pelanggaran Prinsip-Prinsip Yogyakarta oleh Juan E. Méndez, Pelapor Khusus PBB dalam penyiksaan dan penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.

Kelompok yang ditarget

Pada bulan Mei 2014, Organisasi Kesehatan Dunia, OHCHR, UN Women, UNAIDS, UNDP, UNFPA, dan UNICEF menerbitkan pernyataan bersama yang berjudul Eliminating forced, coercive and otherwise involuntary sterilization, An interagency statement. Pernyataan tersebut menyebut laporan mengenai sterilisasi paksa pada beberapa kelompok berikut.

  • Perempuan, terutama pada kebijakan pengendalian paksa jumlah penduduk, perempuan dengan HIV, dan perempuan dari etnis minoritas.
  • Difabel, yang sering kali dianggap tidak melakukan hubungan seks. Perempuan dengan disabilitas intelektual sering kali diperlakukan seakan mereka tidak memiliki hak terhadap organ reproduksinya. Alasan lainnya seperti menyertakan perempuan difabel ke dalam kelompok orang "yang dianggap memiliki kesulitan dalam menangani menstruasi, atau kondisi kesehatannya (seperti epilepsi) atau perilakunya terpengaruh negatif akibat menstruasi."
  • Orang interseks, subjek dari pembedahan pada organ reproduksinya tanpa seizin dirinya, sering kali sebagai upaya "penormalan".
  • Orang transgender, sebagai syarat agar ia dapat mengubah status gendernya pada dokumen pemerintah.

Pernyataan tersebut juga berisi saran dalam pengambilan keputusan tindakan medis agar menyertakan hak otonomi pasien serta memperhatikan tanggung jawab dan diskriminasi.

Sterilisasi paksa sebagai pengendalian jumlah penduduk

Pengendalian atau perencanaan jumlah penduduk mengatur tingkat pertumbuhan penduduk yang salah satu parameternya adalah kelahiran. Dalam sejarahnya, kebijakan seperti ini dilakukan sebagai respon dari kondisi kemiskinan, tekanan penduduk terhadap lingkungan, ledakan populasi, hingga alasan agama. Pengendalian jumlah penduduk dapat melibatkan penduduk secara langsung dan memberi mereka kendali penuh terhadap tubuh mereka namun beberapa kebijakan telah diterapkan secara paksa.

Hukum

Pasal 39 dari Konvensi Istanbul melarang sterilisasi paksa. Sterilisasi paksa secara luas atau sistematis dipandang sebagai sebuah kejahatan kemanusiaan dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional pada bagian penjelasan yang mendefinisikan wewenang Mahkamah Pidana Internasional. Pakar hukum, Rebecca Lee, dalam artikelnya di Berkeley Journal of International Law, menyebutkan bahwa (pada tahun 2015) terdapat 21 negara anggota Dewan Eropa yang mensyaratkan surat keterangan telah disterilisasi bagi orang yang ingin mengganti status jenis kelamin/gendernya pada dokumen pemerintah. Lee menyebutkan bahwa mempersyaratkan sterilisasi merupakan sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Perjanjian internasional spesifik tentang LGBT kemungkinan dibutuhkan untuk melindungi hak asasi manusia LGBT.

Lihat pula

Pranala luar


Новое сообщение