Продолжая использовать сайт, вы даете свое согласие на работу с этими файлами.
Aneurisma aorta
Aneurisma Aorta | |
---|---|
Gambar A menunjukkan aorta normal. Gambar B menunjukkan aneurisma aorta torakalis (posisinya di belakang jantung). Gambar C menunjukkan aneurisma aorta abdominalis yang posisinya di bawah arteri yang menyuplai darah ke ginjal. | |
Informasi umum | |
Spesialisasi | Bedah vaskular |
Tipe | Aneurisma aorta abdominalis, aneurisma aorta torakalis, aneurisma aorta torakoabdominalis |
Penyebab | Aterosklerosis, hipertensi, trauma, infeksi aorta |
Faktor risiko | Merokok, hipertensi, diabetes melitus, riwayat keluarga dengan aneurisma aorta, riwayat aneurisma di pembuluh darah yang lain, usia, pria |
Aspek klinis | |
Gejala dan tanda | Sebagian besar tidak bergejala. Aneurisma aorta torakalis: nyeri dada, nyeri punggung, hoarseness, batuk, sesak napas. Aneurisma aorta abdominalis: nyeri perut, nyeri punggung dan selangkangan, terasa perut berdenyut di daerah pusar |
Komplikasi | Perdarahan |
Awal muncul | Usia di atas 50 tahun |
Durasi | Kronis |
Diagnosis | Foto torak, ultrasonografi (USG), ekokardiogram, CT scan, MRI |
Perawatan | EVAR (bedah endovaskular), bedah terbuka |
Pengobatan | Obat golongan statin, penyekat beta, antagonis reseptor angiotensin II |
Aneurisma aorta adalah suatu kondisi yang ditandai oleh pelebaran pembuluh darah aorta yang dapat terjadi pada aorta di bagian dada, perut, atau keduanya yang disebabkan karena melemahnya otot-otot pada dinding aorta. Sebagian besar penderita tidak merasakan keluhan apa pun. Gejala biasanya baru dirasakan jika ukuran aneurisma semakin besar atau jika sudah terjadi komplikasi seperti diseksi aorta atau ruptur aorta. Keluhan yang dapat timbul adalah nyeri perut, nyeri dada, nyeri punggung, nyeri kepala, hoarseness, sulit bernapas, batuk, timbul stridor, disfagia, migrain, bengkak di daerah wajah, dan sensasi seperti akan pingsan (prasinkop). Tanda yang bisa diamati pada penderita aneurisma aorta adalah teraba benjolan yang berdenyut di daerah perut, sindrom jari kaki biru, murmur vaskular, sindrom vena kava superior, tanda Pemberton, tanda sindrom Horner (miosis, ptosis, dan anhidrosis), tanda Oliver, dan deviasi trakea.
Berdasarkan lokasinya, aneurisma aorta terbagi atas empat yaitu aneurisma sinus aorta atau sinus of Valsalva aneurysm (SOVA), aneurisma aorta torakalis atau thoracic aortic aneurysm (TAA), aneurisma aorta abdominalis atau abdominal aortic aneurysm (AAA), dan aneurisma aorta torakoabdominalis atau thoracoabdominal aortic aneurysm (TAAA). Berdasarkan bentuknya, aneurisma aorta terbagi atas tiga yaitu bentuk fusiform, bentuk sakular, dan bentuk mikotik. Faktor risiko terjadinya aneurisma aorta adalah merokok, hipertensi, adanya riwayat aneurisma aorta dalam keluarga, riwayat penyakit jantung koroner, riwayat penyakit pembuluh darah perifer, penyakit jaringan ikat seperti sindrom Marfan dan sindrom Loeys-Dietz, dan jenis kelamin pria.
Patofisiologi terjadinya aneurisma aorta berhubungan dengan matriks ekstraseluler, reaksi inflamasi, aterotrombosis, respons imun adaptif dan bawaan, stres oksidatif, dan TGF-β1 (transforming growth factor beta-1). Komplikasi aneurisma aorta adalah diseksi aorta dan ruptur aorta yang keduanya merupakan kondisi yang mengancam jiwa. Diagnosis penyakit ini dilakukan dengan menggunakan pencitraan medis seperti foto torak, ultrasonografi, tomografi terkomputasi, dan angiografi.
Penatalaksanaan konvensional untuk aneurisma aorta tanpa gejala adalah dengan mengontrol faktor risiko, memperbaiki pola hidup, berhenti merokok, dan evaluasi ukuran diameter aneurisma. Untuk aneurisma aorta yang sudah memberikan gejala terapinya adalah dengan operasi baik itu operasi terbuka maupun operasi dengan metode endovaskular atau EVAR. Aneurisma aorta yang menjalani operasi tanpa adanya komplikasi terlebih dahulu memberikan prognosis yang baik. Tingkat mortalitas aneurisma aorta yang telah mengalami ruptur adalah 50%. Insiden dan prevalensi penyakit ini secara global sulit ditentukan karena kurangnya negara yang melakukan penelitian dan skrining.
Definisi dan anatomi
Aneurisma aorta berasal dari bahasa Yunani kuno. Asal kata aneurisma adalah ἀνεύρυσμα yang berarti pelebaran atau pembukaan. Sedangkan aorta berasal dari kata ἀορτή (aorte) yang berasal dari kata kerja ἀορτέω (aorteo), yang merupakan perpanjangan kata ἀείρω (aeiro), yang berarti "mengangkat", "menaikkan", dan "digantung".
Aorta adalah pembuluh darah arteri yang paling besar yang berasal dari bagian ventrikel kiri (bilik kiri) jantung dan membawa darah ke seluruh tubuh. Aorta berdiameter 1 inci (2,54 cm) dan terbagi atas empat bagian yaitu aorta asendens, arkus aorta, aorta desendens (aorta torakalis), dan aorta abdominalis. Dinding aorta terdiri atas tiga lapisan. Lapisan paling dalam yang disebut tunika intima (terdiri dari satu lapisan endotelium), lapisan tengah sebagai komponen dinding yang terbesar disebut tunika media (terdiri dari lapisan tebal serat elastis dalam bentuk spiral, sel otot polos, dan jaringan kolagen), dan lapisan paling luar yang disebut tunika adventisia (terdiri dari lapisan serabut tipis jaringan ikat dan pembuluh darah kecil yang disebut vasa vasorum).
Dalam istilah medis aneurisma digunakan untuk menggambarkan kondisi patologis pembuluh darah arteri atau vena yang mengalami pelebaran berbentuk seperti balon yang terjadi karena kelemahan dinding pembuluh darah terutama bagian tunika media. Aneurisma aorta adalah pelebaran diameter pembuluh darah aorta sebesar 1,5 kali ukuran normal atau penambahan diameter aorta yang ≥ 50% bila dibandingkan dengan diameter normal. Pada sebagian besar orang dewasa, diameter aorta yang melebihi 3 cm sudah bisa dianggap sebagai aneurisma. Untuk aorta torakalis yang terdiri atas empat bagian, terdapat perbedaan ukuran di tiap bagian. Perbedaan ukuran ini juga dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Aorta Torakalis | Diameter Normal (cm) | Metode Pemeriksaan |
---|---|---|
Pangkal aorta (perempuan) | 3,5 - 3,72 | CT Scan |
Pangkal aorta (pria) | 3,63 - 3,91 | CT Scan |
Aorta asendens (pria dan perempuan) | 2,86 | Foto toraks |
Aorta desendens bagian tengah (perempuan) | 2,45 - 2,64 | CT Scan |
Aorta desendens bagian tengah (pria) | 2,39 - 2,98 | CT Scan |
Aorta desendens bagian diafragma (perempuan) | 2,40 - 2,44 | CT Scan |
Aorta desendens bagian diafragma (pria) | 2,43 - 2,69 | CT Scan, angiografi |
Gejala dan tanda
Aneurisma aorta sebagian besar tidak memberikan gejala selama bertahun-tahun sehingga sering kali tidak terdeteksi. Gejala baru dirasakan penderita ketika aneurisma yang mereka derita mengalami ruptur (robek). Keluhannya tergantung pada posisi aneurisma.
Gejala
Aneurisma aorta abdominalis akan memberikan gejala nyeri perut, nyeri punggung dan selangkangan, serta terasa perut berdenyut di daerah pusar. Aneurisma aorta torakalis memberikan gejala nyeri dada karena penekanan pada arteri koroner, nyeri punggung akibat penekanan pada tulang belakang, hoarseness akibat penekanan pada saraf vagus atau saraf laringeal rekuren, batuk akibat tekanan pada trakea, mengi, disfagia akibat penekanan esofagus, dan sesak napas. Kasus aneurisma aorta torakalis asendens dapat memberikan gejala sindrom vena kava superior akibat penekanan vena kava superior. Kondisi ditandai dengan beberapa gejala yang timbul bersamaan yaitu nyeri kepala hebat, bengkak di daerah wajah, wajah memerah, hoarseness, sulit menelan, timbul stridor, migrain, takipnea, sulit bernapas pada posisi telentang atau ortopnea, batuk, dan perasaan seperti akan pingsan atau kondisi prasinkop.
Tanda
Aneurisma aorta abdominalis yang berukuran besar dan diderita oleh seseorang yang kurus, membuatnya dapat diraba sebagai benjolan yang berdenyut. Tanda yang lain adalah murmur vaskular dan fenomena embolisme yang terlihat pada jari kaki (sindrom jari kaki biru) apabila aneurisma menghasilkan bekuan darah yang pecah dan menutupi aliran darah ke kaki.Tanda yang dapat dilihat pada aneurisma aorta torakalis dengan sindrom vena kava superior adalah bengkak di daerah wajah, tanda Pemberton, pelebaran pembuluh darah vena di daerah leher, wajah, dan batang tubuh bagian atas. Selain itu beberapa kasus TAA memberikan tanda sindrom Horner (miosis, ptosis, dan anhidrosis) akibat penekanan pada ganglion simpatis, tanda Oliver, dan deviasi trakea.
Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya, aneurisma aorta terbagi atas tiga yaitu: bentuk fusiform (pelebaran arteri yang berbentuk bulat mengelilingi pembuluh darah), bentuk sakular (pelebaran yang terlokalisir, asimetris, dan mengalami evaginasi di luar lapisan dinding pembuluh darah sehingga membentuk kantung atau balon), dan bentuk mikotik (berbentuk sakular atau multilobular dengan diameter lumen yang eksentris atau terpusat). Berdasarkan lokasinya, aneurisma aorta terbagi atas empat yaitu aneurisma sinus aorta, aneurisma aorta torakalis, aneurisma aorta abdominalis, dan aneurisma aorta abdominalis.
Aneurisma sinus aorta
Disebut juga aneurisma sinus Valsalva atau sinus of Valsalva aneurysm (SOVA) adalah pelebaran daerah sinus aorta atau disebut juga sinus Valsalva (terletak antara bagian anulus katup aorta dengan sinotubular junction). Aneurisma ini terbentuk karena adanya kelemahan lapisan elastis di tunika media dan anulus fibrosus. Kelainan ini bisa bersifat bawaan atau dapatan. Kasusnya jarang ditemukan, hanya sekitar 0,09% dari 8.138 kasus otopsi dan 0,15-3,5% pada penderita yang menjalani operasi jantung terbuka. Kondisi ini akan menyebabkan komplikasi yang fatal jika terjadi robekan.
Aneurisma aorta torakalis
Disebut juga TAA atau thoracic aortic aneurysms merupakan pelebaran aorta yang berada di daerah dada dengan diameter yang melebihi 50% ukuran normalnya akibat kelemahan dinding aorta. Aneurisma ini dapat terjadi di bagian aorta asendens, arkus aorta, dan aorta desendens. Sekitar 40% dari kasus ini terjadi di daerah aorta asendens, 10% di daerah arkus aorta, 35% terjadi di aorta desendens, dan 15% di bagian aorta torakoabdominal.
Aneurisma aorta abdominalis
Disebut juga AAA atau abdominal aortic aneurysm merupakan pelebaran aorta yang berada di bawah ginjal yang timbul akibat degradasi proteolitik dari matriks protein ekstraseluler yaitu elastin dan kolagen. AAA merupakan aneurisma aorta yang paling umum di antara aneurisma aorta yang lain.
Aneurisma aorta torakoabdominalis
Klasifikasi yang paling umum dipakai untuk membedakan aneurisma aorta torakoabdominalis adalah klasifikasi Crawford.
Tipe I | Berada di sebelah distal arteri subklavia kiri dan meluas hingga mencapai arteri seliaka dan kemungkinan arteri mesenterika superior. Ada kemungkinan keterlibatan ginjal, tetapi tidak meluas hingga di bawah arteri renalis. |
Tipe II | Seluruh bagian aorta asendens bisa terlibat atau tidak. Meliputi aorta desendens di sebelah distal arteri subklavia kiri dan mencapai aorta infrarenal, dan kemungkinan hingga ke bifurkasio aorta. |
Tipe III | Melibatkan setengah dari bagian distal aorta torakalis desendens (sejajar dengan ruang interkostal 6) menuju ke bifurkasio aorta. |
Tipe IV | Keseluruhan aorta abdominalis dari diafragma hingga ke bifurkasio aorta. |
Tipe V | Setengah dari bagian distal aorta desendens (sejajar dengan ruang interkosta 6) dan meluas ke organ viseral, tetapi tidak sampai ke arteri renalis. |
Faktor risiko
Aneurisma aorta abdominalis memiliki tiga faktor risiko yaitu faktor risiko awal aneurisma terbentuk, faktor risiko perkembangan aneurisma, dan faktor risiko terjadinya ruptur (robek). Faktor risiko untuk awal terbentuknya AAA adalah riwayat keluarga yang menderita AAA, riwayat aneurisma di pembuluh darah yang lain,hiperkolesterolemia,hipertensi,jenis kelamin pria,merokok. Faktor risiko AAA mengalami perkembangan adalah faktor usia (di atas 60 tahun),transplantasi ginjal atau jantung,alkoholisme, riwayat strok sebelumnya,penyakit jantung koroner, hipertensi, merokok, riwayat penyakit pembuluh darah arteri perifer sebelumnya,penyakit jaringan ikat,sindrom Marfan,sindrom Loeys-Dietz, dan displasia fibromuskular. Faktor risiko AAA hingga terjadi robekan adalah diabetes melitus, transplantasi ginjal atau jantung, penurunan forced expiratory volume (FEV) 1 detik atau FEV-1 yang dipicu oleh penyakit paru obstruktif kronis, hipertensi, pertambahan diameter AAA, durasi merokok yang lebih lama,jenis kelamin perempuan, dan konsumsi florokuinolon. Florokuinolon menyebabkan kerusakan kolagen pada dinding aorta.
Pada tahun 2013, Svensjö melakukan skrining pada wanita usia di atas 70 tahun di Denmark. Dari 5.140 partisipan hanya 19 orang yang memenuhi kriteria untuk AAA, 18 orang di antaranya merokok dan 1 orang memiliki riwayat merokok sebelumnya, tetapi telah berhenti. Svensjö mengambil kesimpulan bahwa skrining untuk AAA pada wanita yang tidak memiliki riwayat merokok tidak akan memberikan hasil apa pun. Dalam mekanisme proteolitik, merokok berhubungan dengan peningkatan aktivitas proteolitik sedangkan diabetes melitus menurunkan sensitifitas proteolisis melalui glikasi (ikatan kovalen gula dengan lemak atau protein) makromolekul dan mikrofibril. Meskipun menjadi faktor risiko pecahnya aneurisma, diabetes melitus tidak menyebabkan pembentukan dan perkembangan aneurisma aorta abdominalis. Hal ini diduga karena efek metformin yang dikonsumsi penderita diabetes. Faktor risiko aneurisma aorta torakalis adalah hipertensi, usia, merokok, sindrom Ehler-Danlos tipe IV, sindrom Loeys-Dietz, sindrom Marfan, aterosklerosis, dan infeksi (misalnya sifilis dan tuberkulosis).
Patofisiologi
Patofisiologi aneurisma aorta abdominalis dan aneurisma aorta torakalis memiliki perbedaan karena perbedaan sel asal pada masa pembentukan embrio. Aorta terbentuk dari tiga jaringan embrionik yang berbeda yaitu dari puncak saraf, mesenkim, dan mesoderm. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan respons terhadap berbagai jenis sitokin dan faktor pertumbuhan. Contohnya homosisteina yang merangsang proliferasi dan aktivitas sintesis sel otot polos pembuluh darah yang berasal dari puncak sel, tetapi tidak memberikan efek yang sama terhadap sel otot polos pembuluh darah yang berasal dari mesoderm.
Aneurisma aorta abdominalis
Aneurisma aorta abdominalis ditandai oleh adanya fragmentasi proteolitik matriks ekstraselular, kematian vascular smooth muscle cell (VSMC) atau sel otot polos pembuluh darah, infiltrasi sel-sel sistem imun dari tunika adventisia, dan peningkatan stres oksidatif pada dinding aorta. Penelitian molekuler berbasis gen dengan teknologi throughput microarray bahwa mekanisme terbentuknya AAA lebih karena respons sistem imun adaptif dan bukan akibat penyakit aterotrombotik oklusif pada aorta. Matriks ekstraselular dengan komponen serat yang tidak dapat larut utamanya yaitu elastin dan kolagen berfungsi untuk menunjang hemodinamika aorta. Aktivitas protease mendegradasi matriks ekstraselular diduga sebagai mekanisme yang menyebabkan perkembangan dan progresi AAA.
Aterotrombosis dan hemodinamika
Pada kondisi sumbatan pembuluh darah akibat ateroma, akumulasi lemak di subendotel akan bergabung dengan trombus di dalam pembuluh darah yaitu bekuan darah. Pembentukan ateroma dimulai dengan adanya pergerakan lipoprotein plasma terutama LDL Lipoprotein ini akan membentuk plak dan perdarahan di intraparietal akan menyebabkan terbentuknya bekuan darah. Keduanya merupakan substrat untuk penyakit aterotrombotik oklusif. Kecenderungan aorta abdominalis untuk mengalami vasodilasi akibat aterotrombotik disebabkan karena struktur anatomisnya yang mengalami bifurkasi (bercabang menjadi dua) di daerah iliaka. Percabangan ini menyebabkan peningkatan gelombang tekanan reflektif. Gelombang ini akan mengubah energi kinetik menjadi energi potensial.
Tekanan di dalam lumen pembuluh darah menentukan mekanisme terjadinya AAA. Pada seseorang dengan tekanan darah rendah, risiko yang timbul adalah pembentukan bekuan darah karena aliran darah yang lambat. Sedangkan pada seseorang dengan tekanan darah yang tinggi yang akan terjadi adalah risiko degradasi dan ruptur dinding aorta. Pada aorta dengan tekanan darah yang tinggi, pergerakan plak ateroma serta adanya tekanan interstisiel di dalam tunika adventisia akan mendorong trombus ke dalam dinding pembuluh darah yang akan menyebabkan pembuluh darah melebar.
Struktur yang membentuk aneurisma aorta abdominalis secara berurutan dari bagian dalam pembuluh darah pada sebagian besar kasus adalah beberapa lapis trombus, lapisan tipis yang terdegradasi dengan sedikit komponen elastis dan VSMC, dan lapisan adventisia yang mengalami fibrosis dan inflamasi. Trombus di dalam lumen akan bergabung dengan fibrinogen, elemen sel yang beredar di dalam pembuluh darah (leukosit polimorfonuklear, neutrofil, platelet, dan sel darah merah) dan makromolekul seperti lipoprotein densitas tinggi atau high density lipoprotein (HDL). Selanjutnya, enzim dan komponen lain yang dilepaskan oleh plasmin dan gabungan tersebut akan bergerak ke arah luar dengan menembus dinding pembuluh darah. Pergerakan ini akan merangsang respons imun dan menyebabkan degradasi matriks ekstraseluler.
Akibat bergabungnya fibrinogen dan platelet dengan trombus, kemungkinan penderita mengalami perdarahan akan meningkat karena kedua hal tersebut merupakan komponen penting untuk proses pembekuan darah. Perdarahan juga dipicu oleh peningkatan kadar D-dimer (produk degradasi fibrinogen). D-dimer merupakan tanda adanya fibrinolisis dan aktivasi plasmin yang berperan penting dalam mekanisme perlukaan dinding pembuluh darah dengan cara melepaskan enzim proteolitik.
Matriks ekstraseluler
Dinding pembuluh darah bergantung kepada matriks ekstraseluler yang komponennya disintesis oleh sel otot polos atau smooth muscle cell (SMC) lalu diproses oleh VSMC.Lisil oksidase adalah enzim yang disintesis dan disekresikan oleh VSMC. Enzim ini berperan dalam proses maturasi struktur elastin dan kolagen. Jika terdapat gangguan pada VSMC, maturasi elastin dan kolagen juga akan terganggu sehingga maturasi matriks ekstraseluler tidak optimal.
Matriks ekstraseluler dibentuk oleh struktur protein makrofibrilar (elastin dan kolagen) dan mikrofibrilar (fibronektin dan fibrilin). Elastin berfungsi untuk mencegah proses pelebaran pembuluh darah sedangkan kolagen mencegah terjadinya ruptur. Degradasi matriks ekstraseluler terjadi akibat enzim protease. Tekanan di dalam sirkulasi dan tekanan interstisiel di dalam tunika adventisia akan menyebabkan enzim protease mengeluarkan neutrofil yang merangsang pelebaran pembuluh darah yang progresif. Dua enzim protease yang berperan dalam hal ini adalah matriks metaloproteinase yang secara langsung mendegradasi matriks ekstraseluler serta serin protease yang menyebabkan degradasi fibronektin dan fibrilin.
Enzim serin protease plasmin dan elastase akan memicu pemisahan dan kematian VSMC. Pada saat yang bersamaan, stres oksidatif juga memicu hal yang serupa. Pada dinding arteri dengan AAA akan ditemukan seroid (polimer kuning kecokelatan yang terdiri dari protein dan lemak yang teroksidasi) yang merupakan tanda proses oksidasi. Seroid bersifat sangat toksik terhadap VSMC.
Imunitas bawaan dan adaptif
Lapisan adventisia aorta bagian luar mengandung banyak sekali pembuluh darah. Hal ini memungkinkan terjadinya proses diapedesis, respons imun adaptif dan imun bawaan, serta perkembangan pembuluh darah baru sebagai respons terhadap faktor pertumbuhan. Pada lapisan ini akan terjadi proses neoangiogenesis yang dipicu oleh hipoksia relatif dan metabolisme fosfolipid yang menghasilkan eikosanoid melalui mekanisme induksi berlebihan dari faktor pertumbuhan endotel vaskular atau vascular endothelial growth factor (VEGF).
Sistem imun bawaan berperan di dalam proses diapedesis leukosit polimorfonuklear (PMN) dengan cara berinteraksi dengan platelet, P-selektin, dan makrofaga di lapisan adventisia. Aktivasi dan kematian leukosit polimorfonuklear akan menyebabkan pelepasan protease, oksidator peptida, mieloperoksidase, dan mediator proinflamasi seperti interleukin-8 atau IL-8. Degradasi semua produk dari kematian leukosit PMN ini akan menyebabkan terjadinya proses endositosis sehingga terjadi fagositosis di lapisan bagian dalam tunika adventisia.
Bakteri yang berada di dalam sirkulasi darah memiliki afinitas yang tinggi terhadap trombus. Sebagai respons terhadap adanya bakteri, neutrofil akan bergabung dengan trombus dan mengeluarkan perangkap ekstraseluler neutrofil atau neutrophil extracellular traps (NET). NET mengandung kromatin (DNA dan histon) yang akan menahan molekul protease dan oksidator. Kondisi ini akan menyebabkan perkembangan aneurisma dan peningkatan risiko terjadinya ruptur.
Respons sistem imun adaptif ditandai dengan perkembangan organ limfoid tersier yang akan mengorganisir neogranuloma limfositik dengn bagian tengahnya berisi sel B yang memungkinkan produksi antibodi. Proses ini tergantung pada sel-T spesifik dan jaringan interleukin. Keduanya akan membentuk neoantigen agar proses maturasi antibodi dapat terjadi. Neoantigen ini memiliki molekul oksidatif dan proteolitik yang nantinya akan merangsang sistem imun.
Inflamasi
Aneurisma aorta abdominalis melalui mekanisme inflamasi berhubungan dengan respons imun yang mengalami perburukan, sembap jaringan, fagositosis, porositas, dan proses penyembuhan yang menyebabkan fibrosis. Pelepasan elastase dan infiltrasi neutrofil menyebabkan degaradasi matriks ekstraseluler pada dinding aorta.
Stres oksidatif
Proses ini terjadi jika terdapat produksi radikal bebas dalam jumlah banyak yang melebihi kapasitas antioksidan. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan kematian sel akibat produksi protein teroksidasi, peroksida, dan kerusakan DNA. Ketidakseimbangan ini juga akan mengaktivasi pro-MMP2 (matriks metaloproteinase-2 yang dihasilkan oleh sel otot polos dan fibroblas) dan pro-MMP9 (matriks metaloproteinasi-9 yang berasal dari makrofaga dan neutrofil) yang berfungsi untuk mendegradasi serat kolagen di dalam pembuluh darah. Dua sumber utama stres oksidatif adalah oksidator dari sel PMN leukosit (NADPH dan mieloperoksidase) dan besi redoks yang aktif sebagai katalis reaksi oksidase yang berasal dari sel darah merah yang terdapat di dalam trombus intraluminal.
Aneurisma aorta torakalis
Aneurisma aorta torakalis ditandai oleh gangguan dan hilangnya serat elastis dinding aorta dan peningkatan deposisi proteoglikan. Selain itu terdapat peningkatan matriks metaloproteinase (MMP) khususnya MMP-2 dan MMP-9. Kedua MMP ini berperan penting dalam proses elastolitik (gangguan elastisitas jaringan yang menyebabkan jaringan menjadi kendur dan kaku) dan merupakan endopeptidase seng yang dapat mendegradasi matriks ekstraseluler jaringan aorta.
Aneurisma pada aorta asendens sebagian besar terjadi akibat nekrosis atau degenerasi tunika media sedangkan aorta desendens karena aterosklerosis. Degenerasi tunika media ditandai dengan adanya gangguan susunan lamelar serat elastis aorta, akumulasi substansi basofil dengan lesi seperti kista, degradasi matriks ekstraseluler, fragmentasi elastin dan kerusakan kolagen, dan apoptosis VSMC. TAA terjadi akibat degenerasi tunika media aorta yang memberikan gambaran putusnya sel otot polos dan degenerasi serat elastis aorta. Degenerasi ini akan melemahkan dinding pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran diameter dan pembentukan aneurisma.
Sel otot polos aorta yang mengalami proses apoptosis atau nekroptosis merupakan salah satu kontributor terbentuknya TAA. Hal ini disebabkan karena hilangnya fungsi kontraktilitas otot polos. Penelitian genetik memperlihatkan adanya mutasi pada protein kontraktil (protein yang mengatur kontraksi sel otot polos, contohnya adalah aktin dan miosin) sel otot polos yang menjadi predisposisi terjadinya TAA. Adanya sel-T dan makrofaga pada dinding aorta torakalis yang mengalami aneurisma menunjukkan adanya keterlibatan proses inflamasi. Sel-T berperan sebagai sumber ligan FAS yang menyebabkan apoptosis otot polos aorta.
TGF-β1
Kontraktilitas sel otot polos aorta torakalis menurun dengan paparan TGF-β1 pada matriks kolagen. TGF-β1 berperan besar dalam proses proteolisis dan destruksi matriks ekstraseluler melalui perannya dalam melepaskan MMP dan menginduksi aktivasi dari pengatur sinyal kinase ekstraseluler extracellular signal-regulated kinases (ERK) yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Pada kondisi riwayat TAA dalam keluarga, terjadi mutasi gen fibrillin-1 yang menyebabkan ketidakefektifan pembentukan filamen elastin aorta dan terhambatnya regulasi aktivitas TGF-β1 yang berujung pada ketidakstabilan dinding pembuluh darah.
Gen yang juga mengalami mutasi adalah gen aktin-alfa-2 atau alpha-actin-2 (ACTA2) yang berperan dalam menyalin sandi untuk aktin α2 otot polos aorta. Selain itu mutasi juga terjadi pada gen MYH11 yang berfungsi untuk menyalin sandi miosin. Hal ini akan menyebabkan agregasi filamen aktin yang berakibat pada ketidakmampuan dinding aorta untuk beradaptasi terhadap stres mekanis. TGF-β1 diduga berperan dalam proses ini karena mutasi gen ini disertai dengan peningkatan kadar angiotensin-II yang merupakan penanda aktivitas TGF-β1.
Komplikasi
Aneurisma aorta bisa menimbulkan komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Komplikasi aneurisma aorta adalah diseksi aorta dan ruptur aorta. Diseksi aorta sering disalahartikan sebagai aneurisma aorta, bahkan dengan ruptur aorta. Pada ruptur aorta, pembuluh darah telah sepenuhnya robek dan darah keluar dari pembuluh darah sedangkan pada aneurisma aorta dan diseksi aorta darah masih ada di dalam pembuluh darah.
Diseksi aorta
Kondisi ini terjadi akibat robeknya lapisan dalam pembuluh darah aorta. Hal ini membuat darah bisa mengalir ke dalam robekan dan membentuk bendungan darah yang memisahkan lapisan dalam dan lapisan tengah dinding aorta. Faktor risiko penyebab terjadinya diseksi aorta adalah hipertensi kronik, penyakit arteri koroner, merokok, defek pada katup aorta, aneurisma aorta, penyakit jantung bawaan, bawaan dalam keluarga, jenis kelamin (pria memiliki kemungkinan menderita 2 kali lebih besar daripada wanita), usia, kehamilan, penggunaan kokain, latihan angkat berat yang berlebihan, dan trauma pada daerah dada. Keluhan yang timbul dari kondisi ini adalah kesulitan untuk bernapas, nyeri dada, nyeri punggung, nyeri perut, pingsan, kehilangan penglihatan, kelemahan pada satu sisi tubuh atau hemiparesis (gejalanya menyerupai strok), nyeri kaki atau paralisis.
Ruptur aorta
Gejala yang timbul dari kondisi ini adalah nyeri hebat yang tiba-tiba di daerah dada atau punggung yang diikuti dengan denyut jantung yang tidak teratur (aritmia) dan palpitasi, tidak ada tenaga, perasaan seperti ingin pingsan (prasinkop), syok, dan kehilangan kesadaran. Ruptur aorta selalu mengakibatkan penurunan fungsi sistem kardiovaskular dalam waktu yang cepat sehingga upaya operasi secepat apa pun, tingkat mortalitasnya sangat tinggi. Tiga tanda klasik ruptur arteri pada penderita AAA adalah hipotensi, nyeri punggung atau perut, dan teraba benjolan yang berdenyut di daerah perut.
Regurgitasi aorta
Komplikasi ini umumnya timbul akibat aneurisma aorta asendens yang letaknya di atas katup aorta atau dari aneurisma sinus Valsalva. Pelebaran di daerah aorta asendens akan mengubah struktur anatomis katup aorta sehingga terjadi kelainan katup. Kondisi ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya otot penunjang pada anulus katup aorta dan adanya perubahan hemodinamika aorta. Regurgitasi aorta merupakan komplikasi aneurisma sinus Valsalva yang timbul pada 30-50% penderita. Gejala dan tanda klasik dari regurgitasi aorta adalah dispnea, nyeri dada, palpitasi, aritmia jantung, dan gagal jantung.
Diagnosis
Untuk menetapkan diagnosis aneurisma aorta diperlukan pemeriksaan penunjang karena sebagian besar kasusnya tanpa gejala atau gejalanya tidak spesifik serta tidak ada tanda khas pada pemeriksaan fisik. Penyakit ini sering kali ditemukan tanpa sengaja saat sedang melakukan pemeriksaan untuk penyakit lain.
Pada tahun 1991, komite dari Perkumpulan Ahli Bedah Vaskuler dan Perkumpulan Ahli Bedah Kardiovaskular menetapkan diagnosis AAA jika diameter aorta 1,5 kali lipat dibandingkan ukuran normalnya. Dalam praktiknya, diagnosis pembesaran aorta infrarenal (aorta abdominalis) dibuat jika diameternya melebihi atau sama dengan 30 mm (hal ini tidak berlaku bagi wanita karena memiliki aorta yang lebih kecil serta bagi individu dengan arteriomegali karena memiliki aorta yang lebih besar dibandingkan ukuran normal). Berdasarkan ukuran diameter aorta ini, AAA diklasifikasikan menjadi dua yaitu AAA kecil yang berukuran kurang dari 55 mm (tidak memerlukan tindakan operatif) dan AAA besar jika melebihi 55 mm dan dipertimbangkan untuk tindakan operatif.
Pemeriksaan radiografi untuk aneurisma aorta memuat informasi tentang beberapa hal yaitu:
- Morfologi: ukuran maksimal diameter dari kantung aneurisma (harus diukur tegak lurus dan melintang terhadap aksis aorta), panjang aneurisma secara melintang, bentuk aneurisma (sakular, fusiform, tidak teratur), pembuluh darah yang berada di atas aneurisma (yang berhubungan dengan arteri renalis), pembuluh darah yang berada di bawah aneurisma (termasuk percabangannya), cabang-cabang pembuluh darah yang timbul dari aneurisma, ukuran pembuluh darah di atas dan di bawah aneurisma, diameter pembuluh darah jika terdapat trombus.
- Karakteristik dinding aorta: gambaran kalsifikasi dan adanya trombus.
- Komplikasi: tanda aneurisma menjelang ruptur, diseksi pembuluh darah, dan kematian pembuluh darah (misalnya kematian arteri renalis atau arteri splenika).
- Struktur anatomis di sekitar aneurisma: ukuran arteri vertebralis jika aneurisma torakalisnya berada di dekat arteri subklavia kiri, ada atau tidaknya penyakit arteri karotis karena stenosis pada arteri tersebut dapat memicu strok selama penurunan aliran darah saat tindakan pemeriksaan, pembuluh darah besar yang ada di arkus aorta, diameter arteri femoralis komunis dan arteri iliaka eksterna untuk perencanaan terapi EVAR, kemungkinan adanya vena renalis yang menyimpang karena berada di belakang aorta, dan keberadaan arteri renalis tambahan (terdapat pada 10-25% populasi).
Pemeriksaan radiografi konvensional
Untuk aneurisma aorta abdominalis, dari pemeriksaan radiografi konvensional di daerah perut akan tampak kalsifikasi dengan garis melengkung di daerah paravertebral, sedangkan pada aneurisma aorta torakalis akan tampak pelebaran daerah mediastinum. Pemeriksaan ini digunakan untuk diagnosis dan deteksi dini. Pemeriksaan foto torak posisi dari arah depan dan samping akan memperlihatkan adanya aneurisma aorta torakalis, tetapi akan sulit menentukan ukurannya. Dari pemeriksaan ini akan didapatkan gambaran kalsifikasi.
Pemeriksaan sonografi
Prosedur ini merupakan pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam hitungan menit, tidak membutuhkan biaya besar, tidak melibatkan radiasi atau pemberian kontras kepada individu yang akan diperiksa, dan tingkat spesifitas serta sensitifitasnya mendekati 100%. Meskipun demikian, visualisasi yang dihasilkan olrh pemeriksaan ini kurang baik. Deviasi ukuran aneurisma yang dihasilkan mencapai 4 mm sehingga tidak dapat digunakan untuk perencanaan tindakan, untuk melihat lesi yang lebih kompleks, evaluasi pascaoperasi, dan penilaian percabangan aorta.
Pemeriksaan sonografi hanya dapat dilakukan untuk diagnosis aneurisma aorta abdominalis karena aorta torakalis terhalang oleh tulang dan udara dari paru-paru. Untuk TAA dapat dilakukan ultrasonografi jantung atau ekokardiogram. Ada dua jenis ekokardiogram yang dapat dipakai untuk pemeriksaan yaitu ekokardiografi transtorakal atau transthoracic echocardiography (TTE) dan ekokardiografi transesofageal atau transesophageal echocardiography (TEE).
Tomografi terkomputasi
Pemeriksaan tomografi terkomputasi (CT) angiografi adalah standar utama untuk diagnosis aneurisma aorta. Kekurangannya adalah penderita terpapar radiasi dalam jumlah yang besar.
Aneurisma aorta abdominalis akan memperlihatkan ukuran dan bentuk aneurisma, hubungannya dengan percabangan arteri dan bifurkasio aorta. AAA yang akan mengalami ruptur akan memperlihatkan gambaran:
- Tanda tirai aorta yaitu dinding bagian belakang dari aneurisma aorta tercetak ke bagian depan permukaan tulang belakang.
- Tanda bulan sabit yang sangat melengkung menunjukkan hematoma akut dari trombus atau dinding aorta.
- Fisura trombus menunjukkan adanya darah yang memotong trombus yang ada di dalam dinding aorta. Tanda ini dapat dilihat dengan menggunakan kontras. Fisura trombus yang memanjang dari lumen aorta hingga ke dinding aneurisma menunjukkan peningkatan tekanan pada dinding aorta.
- Adanya titik kalsifikasi tunika intima yang terputus-putus.
- Tanda tangen kalsium yang timbul karena kalsifikasi yang mengelilingi tunika intima aorta terputus-putus.
Aneurisma aorta torakalis akan memperlihatkan gambaran kantung, lumen pembuluh darah, dan kemungkinan komplikasi yang sudah terjadi. Dinding aorta kemungkinan akan mengalami penipisan atau penebalan karena adanya trombus (bentuknya bisa teratur mengelilingi lumen atau tidak beraturan). Jika sudah terjadi ruptur aorta, akan tampak hematoma atau cairan di dekat aorta di sebelah kiri rongga pleura atau perikardium.
Tomografi terkomputasi energi ganda
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat perbedaan antara kontras iodin yang digunakan saat pemeriksaan, ateroma yang mengalami kalsifikasi, bekas pembedahan sebelumnya, dan alat cangkok yang sebelumnya ditanam. Kelebihan pemeriksaan ini dibandingkan CT biasa adalah dosis radiasinya lebih rendah, kontras yang digunakan lebih sedikit, mampu menyingkirkan gambaran kalsifikasi untuk memudahkan penilaian derajat stenosis, dan dapat memberikan penilaian yang lebih baik tentang adanya kebocoran setelah tindakan EVAR.
Angiografi substraksi digital
Pemeriksaan angiografi substraksi digital pada penderita aneurisma aorta memungkinkan untuk mengevaluasi cabang pembuluh darah, meskipun terdapat kemungkinan kesalahan dalam menilai ukuran aneurisma yang sebenarnya karena adanya trombus. Pemeriksaan angiografi yang menggunakan kateter bukanlah merupakan alat diagnosis yang memadai jika dibandingkan dengan angiografi tomografi terkomputasi atau computed tomography angiography (CTA) dan angiografi resonansi magnetik atau magnetic resonance angiography (MRA). Namun, angiografi digunakan untuk tindakan EVAR.
Skrining
Skrining dilakukan agar dapat dilakukan deteksi dini sehingga pengobatan konvensional untuk memperlambat pertambahan ukuran aneurisma dapat dilakukan dan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi seperti ruptur arteri atau diseksi arteri dapat segera diambil.
Skrining untuk aneurisma aorta torakalis adalah: para penderita sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Loeys-Dietz, atau sindrom Turner, individu yang memiliki keluarga yang menderita TAA atau kelainan katup aorta bikuspidalis yang berhubungan dengan TAA, dan individu yang memiliki keluarga yang menderita TAA turunan yang juga menderita mutasi genetik. Skrining untuk aneurisma aorta abdominalis adalah:pria dan wanita usia 65 hingga 75 tahun dengan riwayat merokok atau yang memiliki keluarga dekat dengan aneurisma aorta abdominalis, pria dan wanita usia 65 hingga 75 tahun yang tidak merokok, tetapi memiliki faktor risiko lain seperti riwayat penyakit AAA keturunan dalam keluarga, menderita aneurisma pembuluh darah yang lain, atau menderita penyakit jantung koroner, pria dan wanita di atas usia 75 tahun dengan kondisi kesehatan yang baik, pernah merokok, yang memiliki keluarga tingkat pertama dengan AAA, dan individu yang memiliki penyakit arteri perifer tanpa memandang usia, jenis kelamin, riwayat merokok, atau riwayat dalam keluarga.
Penatalaksanaan
Penderita tanpa gejala
Pada orang-orang yang terdiagnosis aneurisma aorta, tetapi tidak mengeluhkan gejala apa pun, harus dipastikan bahwa mereka benar-benar tidak memiliki keluhan sebelumnya. Tindakan bagi penderita yang terdiagnosis aneurisma, tidak merasakan keluhan apa pun, dan stabil secara klinis adalah dengan menentukan diameter dan ukuran aneurisma yang diderita. Selanjutnya adalah perubahan gaya hidup yang lebih baik seperti menghindari penggunaan kokain, pola makan yang sehat, mengelola stres yang dapat mengontrol tekanan darah, dan berhenti merokok.
Aneurisma aorta abdominalis dengan ukuran kurang dari 3 cm tidak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, untuk ukuran 3–4 cm dianjurkan untuk pemeriksaan rutin setiap setahun sekali, untuk ukuran 4-4,5 cm pemeriksaan rutin setiap 6 bulan, lebih dari 4,5 cm harus dirujuk ke dokter spesialis bedah vaskuler. Jika ukuran AAA bertambah melebihi 0,6 cm dalam satu tahun, penderita dianjurkan untuk menjalani operasi. Dokter akan menyarankan perubahan gaya hidup yang berhubungan dengan faktor risiko aneurisma aorta. Ukuran aneurisma 4-5,5 cm, tetapi tanpa gejala termasuk ke dalam kategori aman dan tidak membutuhkan tindakan operasi. AAA yang ukurannya melebihi 5,5 cm dianjurkan untuk menjalani operasi perbaikan arteri.
Riwayat komorbiditas penderita akan menentukan tindakan yang dilakukan pada pasien aneurisma aorta tanpa gejala. Penderita dengan riwayat penyakit arteri koroner akan diberikan obat penyekat beta. Penderita aneurisma aorta dengan hipertensi diberikan penyekat beta misalnya propanolol untuk melindungi serat elastis dinding pembuluh darah dari kerusakan atau inhibitor ACE seperti losartan untuk menurunkan apoptosis sel otot polos pembuluh darah. Pemberian obat golongan statin akan memberikan efek perlindungan pada aorta dengan menghambat matriks metaloproteinase (MMP) dan plasminogen yang merupakan enzim proteolitik.
Penderita dengan gejala
Jika seseorang yang terdiagnosis dengan aneurisma aorta sudah memberikan gejala, tindakan operasi harus dilakukan. Apalagi jika sudah terjadi ruptur aorta.
Operasi terbuka
Pada tindakan ini, aneurisma aorta yang bermasalah akan diakses secara langsung melalui insisi di daerah aneurisma dan penderita berada di bawah pengaruh anestesi umum. Prosedur ini tidak memerlukan pemeriksaan kontrol berulang sehingga biaya yang dikeluarkan lebih sedikit, tetapi memiliki tingkat mortalitas, lama rawat inap, dan jumlah darah yang hilang lebih besar bila dibandingkan dengan prosedur endovaskular. Cangkok aorta yang dipasang dapat berfungsi seumur hidup. Kekurangan operasi terbuka adalah adanya kemungkinan terjadi infeksi pada bekas sayatan operasi, penggumpalan darah, perdarahan hebat, strok atau serangan jantung, dan gangguan ereksi dan ejakulasi pada kaum pria. Indikasi pemilihan tindakan ini adalah untuk penderita berusia muda karena hasil operasi terbuka bisa bertahan seumur hidup dan tidak membutuhkan intervensi ulangan, penderita dengan riwayat endoleak (adanya aliran darah ke dalam kantung aneurisma setelah pemasangan stent) dan riwayat pertumbuhan kantung aneurisma, dan penderita dengan anatomi pembuluh darah tertentu seperti tidak adanya akses masuk untuk jalur EVAR.
Endovascular Aortic Repair atau EVAR.
Prosedur ini mencapai daerah aorta yang bermasalah melalui satu alat yang dimasukkan melalui akses arteri femoralis. Selanjutnya akan dimasukkan cangkokan pembuluh darah sintetik yang bertujuan untuk menurunkan tekanan di dalam aorta dan mengurangi diameter aneurisma sehingga risiko pecah pembuluh darah dapat dihindari. Pada AAA, cangkokan sintetik dipasang di daerah yang mengalami aneurisma hingga mencapai arteri iliaka komunis. Setelah tindakan ini, kontrol rutin pemeriksaan CT scan 1 bulan, 6 bulan, 1 tahun lalu dilanjutkan setiap tahun pascaoperasi, diperlukan untuk memastikan alat bekerja sesuai target. Hal-hal yang dinilai saat pemeriksaan adalah penurunan ukuran aneurisma, posisi dan struktur alat yang tetap intak, masalah yang bisa timbul di tempat pemasangan alat, dan kemungkinan alat yang bergeser.
Keuntungan tindakan ini adalah tidak memerlukan sayatan besar di daerah perut, pemulihan lebih cepat sehingga masa rawat inap lebih singkat, rasa sakit yang ditimbulkan minimal, dan risiko komplikasi lebih kecil. Meskipun demikian tindakan ini memiliki kekurangan yaitu kemungkinan graft yang dipasang bergeser dari tempatnya dan perdarahan dari daerah selangkangan tempat jalur masuk alat. Tingkat mortalitas operasi terbuka dibandingkan dengan EVAR adalah 3,8% berbanding 1,2%, mortalitas 3 hari pascatindakan adalah 1,1-2,7% untuk operasi terbuka dan 0-1,7% untuk EVAR.
Prognosis
Aneurisma aorta torakal yang tidak mendapatkan intervensi operasi mengalami pertambahan ukuran 3 hingga 5 mm per tahun. Risiko TAA pecah adalah sebesar 2% untuk ukuran kurang dari 5 cm, 3% untuk ukuran 5-5,9 cm, dan 8-10% untuk ukuran di atas 6 cm. Tingkat sintasan 1 tahun pasien yang tidak mendapatkan pengobatan adalah 65% dan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun sebesar 20%. Aneurisma aorta torakalis yang mengalami ruptur tingkat mortalitasnya mencapai 97%.
Prognosis jangka panjang untuk aneurisma aorta abdominalis berhubungan dengan komorbiditas yang ada pada penderitanya. Tingkat sintasan untuk penderita AAA pascaoperasi juga bagus. Untuk AAA yang mengalami ruptur dan tidak segera ke rumah sakit tingkat mortalitasnya 50%. Sisanya yang mampu mencapai UGD, tingkat keberlangsungan hidupnya berkurang sebesar 1% untuk setiap 1 menit yang terlewati.
Epidemiologi
Insiden dan prevalensi aneurisma aorta tidak dapat diketahui dengan pasti mengingat skrining untuk penyakit ini hanya dilakukan oleh sebagian kecil negara di seluruh dunia. Prevalensi di negara Barat berada di kisaran 1,3% hingga 8%, sedangkan di negara Asia insiden, prevalensi dan tingkat mortalitasnya masih belum diketahui dengan pasti. Hanya ada beberapa penelitian yang dilakukan di Asia yaitu di Jepang, Hong kong, dan Korea.
Dalam satu penelitian yang dilakukan oleh Shih-Wei Wang dan kawan-kawan yang berlangsung sejak tahun 2005 hingga 2011 dengan 11.939 partisipan, didapatkan angka insiden rata-rata aneurisma aorta di Taiwan adalah 7,35 per 100.000 populasi dan prevalensi rata-ratanya adalah 29,04 per 100.000 populasi. Pada tahun 2005, insidennya sebesar 6,46 per 100.000 populasi dan pada tahun 2011 meningkat sebesar 28%. Prevalensi juga mengalami peningkatan dari 14,86 menjadi 41,81 per 100.000 populasi. Tingkat mortalitas dari angka 1,41 menjadi 4,7 per 100.000 populasi.
Skrining terbaru yang dilakukan pada pria di atas 65 tahun dan wanita di atas 70 tahun menunjukkan diagnosis AAA mencapai 1-2% pada pria dan 0,5% pada wanita. Penelitian terbaru tentang estimasi global dan regional insiden dan prevalensi AAA dari tahun 1990 hingga 2010 yang dilakukan oleh Uchechukwu dan kawan-kawan dari berbagai negara memperlihatkan angka kejadian di Amerika mengalami penurunan, tetapi di Amerika Latin dan negara Asia-Pasifik mengalami peningkatan. Oliver Williams dan kawan-kawan melakukan program skrining dengan menggunakan USG untuk AAA pada 81.150 pria sejak tahun 1990 selama 25 tahun. Dari penelitiannya didapatkan penurunan angka AAA dari angka 5% di tahun 1991 menjadi 1,3% di tahun 2015. N. Grǿndal dan kawan-kawan melakukan penelitian pada 25.083 pria berusia 65-74 tahun di Denmark. Mereka mendapatkan angka 3,3% untuk penderita AAA yang mengalami penurunan dari angka sebelumnya sebesar 4%.
Penelitian yang dilakukan oleh Christian Olsson dan kawan-kawan sejak tahun 1987 hingga tahun 2002 terhadap 14.229 partisipan di Swedia dengan TAA menunjukkan peningkatan. Insiden TAA pada pria tahun 1987 adalah 10,7 per 100.000 populasi menjadi 16,3 per 100.000 per 100.000 populasi pada tahun 2002 (peningkatan sebesar 52%). Insiden TAA pada wanita tahun 1987 adalah 7,1 per 100.000 populasi menjadi 9,1 per 100.000 populasi pada tahun 2002 (peningkatan sebesar 28%). Meskipun demikian, tingkat kebutuhan operasi untuk koreksi TAA memberikan hasil yang berbanding terbalik yaitu peningkatan hingga 7 kali lipat untuk pria dan 15 kali lipat untuk wanita. Tingkat sintasan 1 tahun dari penelitian Olsson dari 91% menjadi 93%, sintasan 5 tahunnya dari 75% menjadi 80%, dan sintasan 10 tahunnya dari 53% menjadi 61%. Ketiganya menunjukkan peningkatan.
| |||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Arteri, arteriol dan kapiler |
|
||||||||||||||||
Vena |
|
||||||||||||||||
Arteri atau vena | |||||||||||||||||
Tekanan darah |
|
||||||||||||||||